Jakarta, Aksi jahit mulut warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau terus berlanjut. Setelah sebelumnya di lahan, tiga hari unjuk rasa di Gedung MPR/DPR/DPD RI, sejak Jumat kemarin, delapan warga jadi sukarela jahit mulut, agar suara mereka didengar pemerintah.
Jika aksi delapan warga selesai, sebanyak 73 warga lainnya juga nyatakan siap untuk menggantikan mereka agar mulutnya dijahit. Demikian dikatakan Juru Bicara Forum Komunikasi Masyarakat Penyelematan Pulau Padang (FKMP3) Firdaus.
Aksi jahit mulut, Senin (19/12/2011), sebagai aksi puasa bicara selama tiga hari sejak warga datang ke Ibukota Jakarta. Delapan sukarelawan berkorban, agar tuntutan mereka dikabulkan pemerintah, yakni izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Riau Pulp Andalan dan Paper (RAPP) Meranti, segera dicabut.
"Kami akan jahit mulut sampai tuntutan kami terkabul, dan pemerintah mencabut SK Menteri Kehutanan nomor 327," tegas Firdaus.
Jahit mulut dilakukan warga sendiri, sebab dokter tak tega. Selain berpuasa bicara, warga ini juga puasa bicara. Di bawah terik panas mentari, di depan Gedung DPR RI, sukarelawan tak gentar, terpenting suara mereka didengar.
"Tim dokter sudah periksa kondisi kesehatan 73 warga lainnya. Mereka juga siap dijahit mulutnya, menggantikan rekannya,” ujarnya.
Aksi ini ditempuh warga, karena warga sudah tidak tahu mengadu kemana. Irwan Nasir, bupati defenitif setempat, juga pihak DPRD Kepulauan Meranti, katanya tak peduli kondisi warga. Mereka mengaku hanya korban kebijakan dari HTI PT.RAPP.
Aksi sadis ini, diakui warga akan berlangsung terus, tak peduli apa yang terjadi di belakang hari. Mereka kesal, dan tak tahu kemana lagi mengadu. Pemerintah daerah, bahkan pusat, tak pernah mendengarkan nasib orang kecil.
Tiga pejabat teras Riau, dituding warga sebagai orang yang paling bertanggungjawab, Syamsurizal, Norman Wahab, dan Gubernur Riau Rusli Zainal, dituding mengeluarkan rekomendasi ijin operasional PT.RAPP di lahan gambut yang memiliki kedalaman 3 meter. Ketiganya dituding lagi, harus bertanggung jawab atas terbitnya SK Menhut No.327 tahun 2009.
Irwan Nasir, bupati definitif juga didesak untuk mencabut SK Menhut No.327 tahun 2009, meskipun ia sendiri tak terlibat dalam penerbitan rekomendasi tersebut. (achmadrizal)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H