Hasil pementasan teater itu digunakan untuk membiayai sekolah yang Sjahrir dirikan, yakni Tjahja Volksuniversiteit. Sekolah gratis ini adalah gerakan melek huruf bagi anak-anak miskin.
Selama kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Leiden - Belanda, Sjahrir mendalami sosialisme dalam teori dan praksis. Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat di Belanda, berkisah perihal Sjahrir yang mencari teman-teman radikal dan mengeksplorasi hingga jauh ke kiri.
Sjahrir bahkan sempat bergabung dengan kaum anarkis yang mengharamkan segala hal berbau kapitalisme; bertahan hidup secara kolektif dan saling berbagi satu sama lain.
Seperti mahasiswa pergerakkan lainnya, Sjahrir juga aktif di Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin Hatta.
Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di majalah Daulat Rakjat, dan memperluas visi utama pemimpin politik mengenai pendidikan rakyat. 'Pertama-tama, marilah kita mendidik, yakni memetakan jalan menuju kemerdekaan'.
Pada saat-saat membangun gerakan bawah tanah di masa pendudukan Jepang, Sjahrir menulis Perjuangan Kita. Sebuah risalah revolusi Indonesia, sekaligus analisis ekonomi-politik dunia usai Perang Dunia II. Perjuangan Kita adalah manifesto terbesar Sjahrir.
Risalah itu kemudian disebut Indonesianis Ben Anderson sebagai, 'Satu-satunya usaha untuk menganalisa secara sistematis kekuatan domestik dan internasional yang mempengaruhi Indonesia, dan yang memberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan di masa depan'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H