Sejak menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada akhir Juli 2016, Muhadjir Effendy rajin melakukan terobosan yang kerap berbuah kontroversi. Mulai program sekolah sehari penuh, delapan jam guru wajib berada di sekolah, moratorium Ujian Nasional, peluncuran Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 Komite Sekolah hingga siswa SMA boleh memilih satu mata pelajaran sesuai jurusan pada UN 2017.
Saat wacana moratorium UN digulirkan sambutan publik cukup antusias dan positif. Muhadjir dinilai cukup berani “berseberangan” dengan “selera” Wapres Jusuf Kalla yang getol mempertahankan UN. Bisa ditebak memang—UN 2017 tetap dijalankan.
“Keputusan pemerintah mengenai pelaksanaan UN penuh pertimbangan politis. Namun apa yang sudah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo tersebut merupakan sesuatu yang bijak," ujar Mendikbud dalam acara rapat koordinasi pelaksanaan UN di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ujian Nasional: Harga Mati yang Tidak Terintegrasi?
Hingga hari ini dan entah sampai kapan Ujian Nasional adalah “harga mati”. Apalagi Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, menyatakan laporan dari Programme Internationale for Student Assesment (PISA) menjadi salah satu pertimbangan Presiden sehingga akhirnya memutuskan untuk melanjutkan UN. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai Indonesia mengalami peningkatan prestasi dalam sejumlah bidang ilmu pada tiga tahun terakhir. Pemerintah menyimpulkan sistem pendidikan yang diterapkan sudah berada pada jalur yang tepat.
Apa yang akan dilakukan Mendikbud? Pelaksanaan Ujian Nasional tidak dapat diganggu gugat lagi, sehingga perbaikan demi perbaikan menjadi agenda utama. Di hadapan kepala dinas pendidikan dari seluruh Indonesia, Mendikbud menegaskan Ujian Nasional harus dilaksanakan dengan jujur dan berintegritas. Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), variasi soal ujian, dan keputusan siswa SMA boleh memilih satu mata pelajaran sesuai jurusan merupakan perbaikan yang dicanangkan Mendikbud pada UN 2017.
“Kalau anak disuruh memilih, maka bisa lebih mendalami di mata pelajaran yang dipilih untuk diujikan itu, sehingga hasil secara agregat jadi luas dan mendalam,” ujar Mendikbud saat jumpa pers akhir tahun 2016, di Kantor Kemendikbud.
Pada UN 2017 untuk tingkat SMA hanya ada empat mapel yang diujikan, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan satu mapel pilihan sesuai jurusan. Siswa dibebaskan memilih satu di antara tiga mapel dalam jurusannya sesuai dengan minat dan kemampuannya. Tiga mapel yang menjadi khas program studi tetap diujikan pada Ujian Nasional Berstandar Nasional (USBN) bersama mapel Pendidikan Agama, PPKN dan Sejarah Umum.
Akan berbeda apabila sejak di tahun pertama siswa diajak fokus pada salah satu bidang studi yang diminatinya, seperti Fisika, Kimia, Biologi (program pendidikan IPA), atau Geografi, Sosiologi, Ekonomi (program pendidikan IPS), atau Sastra Indonesia, Antropologi, dan Bahasa Asing (program pendidikan Bahasa). Salah satu mapel yang diminiati, dipelajari dan didalami itu berada dalam rumah program pendidikan. Siswa yang memilih mapel Fisika akan memperoleh porsi jam belajar lebih banyak dari mapel Biologi dan Kimia. Mapel yang dipilih, dipelajari dan didalami sejak tahun pertama itulah yang diuji pada UN.
Sebenarnya model penjurusan seperti itu pernah diterapkan zaman saya SMA tahun 90-an. Jurusan Fisika (A1), Biologi (A2), Sosial (A3) dan Bahasa (A4). Bagi siswa jurusan Biologi (A2), jam pelajaran mapel Biologi dalam seminggu lebih banyak dari mapel Fisika. Waktu itu belum ada mapel pilihan saat UN.
Namun, menerapkan sistem belajar yang fokus pada mata pelajaran memerlukan kajian mendalam lagi. Alih-alih melakukan kajian, riset, penelitian, simulasi tentang model belajar yang mendalam dan meluas, Mendikbud langsung tancap gas dengan keputusan yang diambilnya.