Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah Kami Memang Murah tapi Tidak Murahan

21 Juni 2016   01:14 Diperbarui: 21 Juni 2016   10:00 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TK Harapan Bajulmati | Dok. Pribadi

Kekesalan teman saya tumpah di ruang tamu. Siang itu, di tengah rintik hujan bulan Juni, ia menyemburkan kalimat-kalimat ketidakpuasan. Soal apa? Apa lagi kalau bukan tentang sekolah dan pendidikan.

Sepertinya sudah menjadi nasib saya menjadi tempat pembuangan kekesalan, dan pada taraf tertentu, membesarkan hati mereka yang frustasi terhadap kondisi sekolah anaknya. Sore itu kekesalan teman saya dipicu oleh petugas penerimaan siswa baru yang tidak paham visi misi sekolah.

“Bagi calon wali murid yang lain,” kata teman saya, “Visi misi sekolah mungkin bukan perkara penting. Tapi, bagi saya, calon wali murid wajib mengetahuinya. Apalagi warga sekolah.”

“Apa pentingnya mengetahui visi misi sekolah?” saya menggodanya dengan pertanyaan.

“Ah, kamu selalu berlagak tidak tahu! Warga sekolah yang tidak mengetahui visi misi ibarat orang bepergian yang tidak mengetahui arah tujuan.”

“Mengapa kamu jengkel dan marah-marah disini?”

“Siapa tidak jengkel! Saat ditanya, apa visi misi sekolahnya? Mereka menjawab, ‘Silahkan Bapak baca di banner depan sekolah’!”

Sangat disayangkan memang ketika petugas penerimaan siswa baru atau guru atau kepala sekolah memberikan jawaban secara short cut bahwa visi misi sudah tertulis di dinding. Dengan bahasa tubuh yang jelas, kita disilahkan untuk membacanya sendiri.

Visi misi sekolah menjadi hiasan dinding dan berfungsi ketika sekolah mengikuti akreditasi. Selepas akreditasi selesai, kehidupan sekolah berjalan normal. Warga sekolah merasa tidak perlu lagi mengaitkan aktivitas pembelajarannya, bahkan tidak perlu lagi menata secara terus menerus cara dan sikap berpikirnya agar sejalan dengan visi misi sekolah.

Fakta seperti itu menunjukkan ketidakpahaman tentang jangka panjang arah pendidikan yang mereka selenggarakan di sekolah. Biasanya mereka sebatas memahami pencapaian jangka pendek, misalnya rata-rata nilai mata pelajaran naik; nilai ujian sekolah meningkat; target jumlah siswa baru terpenuhi. Selebihnya, aktivitas belajar mengajar di sekolah adalah rutinitas yang dijalankan tanpa ruh, gairah, semangat mewujudkan visi sekolah.

Tidak sedikit guru atau kepala sekolah gelagapan saat ditanya visi misi sekolah. Dipikirnya pertanyaan itu sangat jarang diajukan oleh calon wali siswa baru. Hanya pengawas pendidikan atau petugas akreditasi sekolah yang secara formalitas kerap menanyakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun