Cak Siman membuktikan kata-katanya. Ia mengajak anak-anak bergembira. Menyanyi. Bertepuk tangan. Simulasi permainan sederhana yang mengandalkan kerja sama, kekompakan, kepedulian, sikap saling menghargai, dimainkan dalam suasana gembira ceria.
Anak-anak larut dalam kegembiraan berekspresi. Cak Siman menantang setiap anak berani menyampaikan pendapat. Awalnya memang alot. Mereka tampak malu-malu. Gugup dan ragu-ragu. Tapi lumayan, sudah berani menyampaikan dua tiga kalimat lalu mandeg.
Tidak apa. Memulai keterampilan baru memerlukan perjuangan dan kesabaran. Cak Siman membesarkan hati mereka. Diskusi ringan digelindingkan untuk memantik logika berpikir.
“Siapa pernah memakai sandal di kepala?” Cak Siman melontarkan pertanyaan. Anak-anak menyambutnya dengan celoteh bersautan.
“Tidak ada, Cak.”
“Mosok sandal dipakai di kepala.”
“Ada, Cak. Orang gila.”
“Sandal dipakai di kaki. Bukan di kepala.”
Cak Siman tersenyum menyimak jawaban bersautan.
“Mengapa sandal tidak dipakai di kepala?” Cak Siman melanjutkan pertanyaannya.
“Sampeyan ini bagaimana, Cak? Dimana-mana sandal dipasang di kaki. Di kepala orang memasang topi atau kopyah.”