“Pesan saya ke para pembaca. Menulislah. Karena kita tidak akan pernah tahu ke mana tulisan kita membawa hidup kita. Menulislah! Sebarkan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain melalui apa yang kita miliki, baik pengetahuan, pengalaman, gagasan, atau pun sekedar ide sederhana,” demikian Naftalia Kusumawardhani mengakhiri tulisannya, Ternyata Menulis Mendatangkan Kejutan!
Dan sore itu saya saya benar-benar terkejut. Pasalnya seorang sahabat lama, tanpa ba-bi-bu, tanpa permisi, tanpa pembukaan, tanpa pemanasan, langsung menyerbu. Ini gara-gara tulisan saya, Mencitrakan Kucing Sebagai Harimau. Kemesraan diantara kami menjadi alasan utama saya menerima sikapnya yang blak-blakan itu.
Saya menikmati kejutan kali ini. Apapun yang akan terjadi.
“Setelah Plakat Integritas, Mencitrakan Kucing sebagai Harimau, apa lagi yang akan kamu tulis untuk menelanjangi pendidikan?” sahabat saya bertanya dengan berapi-api.
“Menelanjangi?”
“Tulisanmu tentang pendidikan selalu menelanjangi.”
“Bukan menelanjangi tapi melihat di balik yang tak terlihat.”
“Sama saja.”
“Tidak sama. Menelanjangi itu meruntuhkan kehormatan. Saya tidak pernah menulis untuk menelanjangi pendidikan. Saya memakai kaca pembesar, sesekali mikroskop, untuk melihat yang tidak terlihat.”
“Justru itu tulisanmu berpotensi menelanjangi dan mengurai aib pendidikan.”
“Jadi pendidikan punya aib? Ah, masak pendidikan punya aib? Sebenarnya aku sedang bersedekah untuk pendidikan,” saya menegaskan.