Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Optimisme "Qoumun Akhor" Indonesia

14 Februari 2017   07:53 Diperbarui: 14 Februari 2017   08:21 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://www.caknun.com

Tentu saja itu kabar baik—menyambut bonus demografi pada 2030 mendatang, Indonesia memiliki generasi milenial yang di dada mereka terpendam optimisme. Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Optimisme itu terbaca jelas dari hasil penelitian Deloitte: 73 persen generasi milenial memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan Indonesia.

Riset Deloitte bisa menjadi kabar yang menggembirakan bagi pemerintah, sebab tingkat optimisme generasi milenial Indonesia atas generasi Z jauh lebih tinggi daripada pandangan generasi milenial di negara-negara maju di Eropa. Penghuni 10 besar lain selain Indonesia dan AS adalah India (91 %), Filipina (85 %), Brazil (75 %), Peru (75 %), Kolombia (71 %), Turki (71 %), Cina (71 %), dan Meksiko (68 %).

Qoumun Akhor: Generasi Milenial, Generasi Masa Depan

Siapakah mereka, generasi milenial penghuni masa depan Indonesia itu? Bukan hanya ditilik dari tahun kelahiran dan usia mereka saat bonus demografi tiba—mereka adalah qoumun akhor, generasi baru yang sungguh berbeda sama sekali dengan generasi sebelumnya: berbeda cara berpikir, berbeda sikap berpikir, berbeda sudut pandang berpikir, berbeda jarak berpikir atau berbeda sejumlah software kepribadian mentalnya.

Anak-anak muda memiliki kecenderungan menciptakan arus pilihan dan pandangan hidup yang tidak memiliki kontinuasi dengan para pendahulu, baik itu guru atau orangtua mereka. Secara biologis mereka adalah anak dari ayah dan ibu mereka. Namun, mereka bukan anak yang secara otomatis mengikuti jejak cara berpikir dan cara pandang orangtuanya.

Mereka juga bukan “anak sekolahan” yang dilahirkan oleh para guru. Di sekolah para guru silahkan mengajari sejumlah mata pelajaran dan pendidikan karakter, namun percayalah, anak-anak itu akan lahir, merancang dan menjalani kehidupan secara sangat berbeda dengan pola pikir guru mereka.

Mereka bukan generasi kemarin atau hari ini—anak-anak muda itu adalah generasi masa depan yang memiliki kesadaran baru, tekad baru, cita-cita baru, aspirasi baru, yang tidak pernah terbayangkan oleh guru dan orang tua mereka. Mereka sedang melahirkan Indonesia yang baru.

Mengapa saya cukup optimis melihat generasi milenial, qoumun akhor itu? Tidak sekali dua kali saya hadir di pengajian Padhangmbulan sejak zaman kuliah tahun 1996-an. Hingga hari ini Padhangmbulan dan majelis maiyah yang tersebar di Surabaya, Malang, Bandung, Jakarta serta sejumlah kota lainnya selalu dipadati oleh mayoritas qoumun akhor.

Foto: https://www.caknun.com
Foto: https://www.caknun.com
Saya tidak tahu persis berapa jumlah anak muda yang hadir, barangkali hingga ribuan, namun itu tidak penting karena mereka bergerak dan digerakkan tidak terutama oleh hura-hura politik, provokasi subjektif ala kampanye pemilu atau hiburan artifisial. Tidak sedikit mereka yang datang dari luar kota, duduk lesehan dengan alas seadanya, dari pukul sembilan malam hingga pukul tiga dinihari—tanpa ada tanda kelelahan atau kebelet pipis.

Bias Konfirmasi dan Keseimbangan Berpikir

Lantas apa yang mendorong anak-anak muda itu hadir di majelis maiyah, duduk dan sanggup bertahan selama berjam-jam, hingga Cak Nun sendiri sampai heran, “Wes Rek ndang buyar. Awakmu mene esuk wayahe nyambut gawe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun