Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masih Ada Kok Manusia Baik di Sekitar Kita

23 Februari 2017   21:54 Diperbarui: 25 Februari 2017   18:00 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://kriminalitas.com

Kisah Taufiq Hidayat, anggota tanggap bencana Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang menyelamatkan Rizki, bayi enam bulan di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, beberapa hari lalu, menunjukkan masih ada manusia baik di sekitar kita.

Berawal dari laporan ibu-ibu ada bayi di dalam rumah nggak bisa keluar, Taufiq mencari sumber suara tangisan bayi. Arus air sangat deras. Perahu karet tidak bisa masuk ke gang sempit. Dibantu teman-temannya, dengan menggunakan tali tambang dan berjalan pelan, Rizki menyisiri tebok perumahan.

Suara tangisan bayi berasal dari rumah lantai dua. Tangga yang dinaiki Taufiq ambrol. Benar, ada seorang bayi bersama ibunya dan seorang perempuan lanjut usia. Setelah menemukan ember besar, Taufiq membawa Rizki keluar.

Kisah Taufiq dan aksi kemanusiaannya itu mengingatkan saya pada kejadian puluhan tahun lalu saat desa saya menjadi langganan banjir. Sungai di sebelah barat rumah, berbatasan langsung dengan Pabrik Gula Jombang Baru, selalu rajin meluapkan air hingga memasuki rumah warga. Setiap musim hujan tiba kepekaan “radar banjir” saya makin terasah—dan itu berlangsung sampai sekarang.

Tahun 1991, waktu itu mungkin Jakarta belum akrab dengan banjir, air setinggi 1,5 – 2 meter merendam rumah warga. Ibu dan seorang adik saya yang masih bayi mengungsi. Tiga hari tiga malam bersama adik nomor dua dan Bapak, kami menjadi Deni Si Manusia Ikan, hidup di tengah kepungan air yang tidak kunjung surut. Pengalaman yang tak pernah terlupakan—saat musibah datang rasa peduli dan sikap berbagi sesama tetangga terjalin secara alami.

Albania: Selamat Datang Pengungsi

Tidak seorangpun dalam hidupnya bercita-cita menjadi pengungsi. Namun, bencana dan peperangan memaksa tidak sedikit saudara kita harus meninggalkan tanah kelahiran mereka, hidup sebagai pengungsi. Kemanakah mereka mengungsi?

Demi menghindari kematian dan kehancuran yang diakibatkan oleh tentara militer Serbia di tahun 1990 an, lebih dari 500.000 pengungsi, terutama dari etnik Albania, meninggalkan Kosovo untuk mencari tempat perlindungan di Albania selama dua tahun. Mengapa Albania dan ada dengan Albania?

Albania mengajarkan kepada kita tentang keramahan—keramahan kepada para pengungsi saat mereka ditolak di hampir seluruh perbatasan dunia.

"Ada kamp-kamp pengungsi yang didirikan untuk penduduk Kosovo di seluruh negeri. Keluarga-keluarga Albania akan pergi ke satu kamp, menemukan satu keluarga dan diundang ke tempat mereka. Mereka bukan sanak saudara atau teman, mereka orang asing, tetapi orang-orang Albania akan membawa para pengungsi itu pulang, memberikan makanan, baju, dan memperlakukan mereka seperti anggota keluarga sendiri," ungkap Nevila Muka.

Itulah cara Albania. Mereka menyebut besa: semacam kewajiban bagi orang-orang Albania, terkait dengan kepercayaan, keyakinan atau iman, yang menjadi pilar keramahan yang tulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun