Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika 'Bisikan' agar Segera Menikah Akhirnya Datang Juga

5 September 2016   00:51 Diperbarui: 5 September 2016   11:08 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: http://globalrepublika.com/

Seorang kawan akrab semasa SMA bercerita kepada saya liku-liku 'perburuan' menemukan pasang hidup. Beberapa kali gagal karena berbagai faktor, kawan saya akhirnya memasang target. Waktu itu, tahun 2003, ia memutuskan harus sudah menikah.

Kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Malang membawanya dekat dengan seorang ustadz yang memiliki banyak santri putri. Semuanya mahasiswi. Berterus terang saja kawan saya bahwa ia sedang mencari pasangan hidup. Sang ustadz menawarkan seorang mahasiswi yang nyantri padanya. Namun, hari itu mahasiswi tidak hadir di pengajian. Ia sedang pulang kampung. Tujuan datang ke Malang untuk 'khitbah rahasia' mahasiswi pun gagal.

Tak kurang akal. Kawan saya meminta alamat rumah mahasiswi. Ustadz tidak keberatan. Alamat rumah dicatat dan segera masuk kantung. Usai subuh kawan saya tidak kembali ke Jombang, ia meneruskan 'perburuan' dari Malang ke alamat rumah mahasiswi di Sidoarjo.

Ringkas cerita, setelah bertanya ke sana dan ke mari, ia menemukan alamat rumah mahasiswi itu. Masih jam sepuluh pagi. Depan rumah alamat yang dituju itu ada sebuah mushola. Istirahat di teras mushola kawan saya benar-benar tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Rumah 'calon' yang hendak dicalonkan sebagai istri sudah di depan mata. Menunggu Ita, nama gadis itu, shalat dhuhur di mushola masih dua jam lagi. Bagaimana kalau Ita tidak shalat di mushola? Bagaimana ia memastikan bahwa gadis yang keluar dari rumah itu adalah Ita seperti yang disarankan ustadz?

Tiga puluh menit lewat tanpa kepastian apapun. Mendadak naluri nekat muncul bersama ide yang brilian. Kawan saya mengetuk pintu rumah Ita. Seorang ibu keluar dengan raut bertanya-tanya. “Mencari siapa, Nak?” tanya Ibu. Kawan saya berlagak tenang.

“Mencari Agus. Apa benar ini rumah kontrakan Agus?” tanya kawan saya.

“Agus....? Agus siapa ya? Rumah ini tidak dikontrakkan dan tidak ada orang bernama Agus di rumah ini.”

Kawan saya merogoh sakunya, mengeluarkan secarik kertas bertuliskan alamat rumah, lalu menunjukkannya pada Ibu itu. “Agus kawan saya di Malang memberi alamat ini.”

“Alamatnya benar. Tapi tidak ada yang bernama Agus. Sebentar, anak saya juga kuliah di Malang, mungkin dia tahu. Silahkan masuk!" pinta Ibu.

Nah, kesempatan bertemu Ita datang juga. Tentu saja, Agus adalah nama rekaan kawan saya untuk melancarkan aksinya. Tidak beberapa lama menunggu di ruang tamu, keluarlah Ita, mahasiswi yang hendak dicalonkan menjadi calon istrinya. 

Mereka berdua akhirnya menikah dan dikaruniai tiga anak perempuan, sambil tidak lupa sebelum melamar, meminta maaf kepada keluarga Ita bahwa Agus adalah tokoh rekaan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun