Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hati-hati dengan Tatapan Mata Anda!

23 April 2017   20:08 Diperbarui: 24 April 2017   07:00 4720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari mata turun ke hati. Ungkapan yang klise dan klasik kerap digunakan untuk mengungkapkan getaran cinta. Namun, foto hasil jepretan wartawan Carlos Vera Mancilla, di ibu kota negara Cile, Santiago, menangkap kekuatan dari sebuah tatapan yang berbeda. Polisi anti huru-hara dan demonstran muda itu tidak sedang jatuh cinta. Demonstran muda dengan sorot mata yang tajam menatap polisi—sikap menantang yang lantang “diteriakkan” melalui kedua matanya.

Sedikit berbeda dengan jepretan wartawan foto Carlos Vera Mancilla, baru-baru ini, foto Mohammad Mohiedine Anis, pria berusia 70 tahun, mengisap pipa di kamarnya yang hancur di Aleppo, menjadi viral.

Duduk di tepi tempat tidur dengan menyilangkan kaki sambil mendengar musik di pemutar rekamannya, Abu Omar sekilas terlihat sebagai karikatur introspeksi dalam dunia seni - komposit dari berbagai potret akan subjek yang sedang bernostalgia sambil memegang bagian pipa yang halus, tulis Kelly Grovier.

Foto: www.bbc.com
Foto: www.bbc.com
Berbicaralah dengan matamu, demikian yang bisa kita tangkap dari foto demonstran muda itu. Gadis belia itu tidak berteriak dan meneriakkan kalimat protes. Tidak ngotot menyuarakan yel-yel pada peringatan kudeta militer ke-43, yang menyebabkan jatuhnya Presiden Salvador Allende oleh Augusto Pinochet pada 11 September 1973.

Gadis muda itu justru terlihat sangat berani berkat sorot matanya yang tajam.

Sorot mata Abu Omar pasti tidak setajam gadis muda itu. Seisi kamar Abu Omar yang berantakan mengalunkan himne sunyi reruntuhan puing-puing akibat perang. Mata kita akan fokus menatap tempat tidur berantakan, sosok lelaki tua, alat pemutar musik, atau pipa rokok di tangannya adalah tahap yang kesekian kali setelah akal kesadaran kita menangkap pesan foto itu.

Ilusi Optik dan Asumsi Pikiran

Semoga kita tidak terlambat untuk menyadari, sekaligus mensyukuri, konsep kerja optik yang didesain Tuhan. Entah Tuhan dapat “ide” dari mana sehingga mekanisme dan sistem optik itu menjadi salah satu panca indera kita. Konsep gagasan pencipataan fungsi mata itu bisa juga berasal dari sifat Tuhan sendiri: Yang Maha Melihat.

Sebenarnya terserah-serah Tuhan juga, Dia menciptakan mata atau tidak pada makhluk-makhluk-Nya. Walaupun kenyataannya hingga hari ini kedua mata kita tetap setia menempel dan berfungsi, tanpa pernah sekalipun sang mata protes atau minta pensiun.

Soal mata lelah atau sejumlah problem penglihatan, itu bukan salah mata. Kita kerap “over-fungsi”, mengajaknya bekerja hingga larut, menatap berbaris-baris teks, atau menthelengi sesuatu yang eman kalau terlewat.

Begitu sangat berperan mata seseorang dalam menjalani hidup, beberapa waktu lalu Kementerian Transportasi India memperlihatkan pemanfaatan muslihat optik dalam lukisan jalur penyeberangan di jalanan India. Dari sudut pengemudi, garis-garis putih zebra crossitu tampak melayang bagaikan balok-balok yang mengapung di udara. Ilusi optik itu diharapkan akan mengecoh pengemudi yang suka kebut-kebutan di jalan raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun