Setiap tamu yang hadir, baik mereka bermalam atau tidak, akan diajak susur sungai, menanam bakau. Tidak ada biaya yang dibebankan. Menggunakan perahu sederhana, berbekal dayung, perahu diisi dua atau empat orang. Bibit bakau sudah disiapkan.
Gagasan itu pernah diceritakan oleh Kang Izar sekitar empat tahun lalu. Kini, diantara agenda kunjungan ke dusun Bajulmati Kab. Malang, susur sungai dan menanam bakau adalah menu wajib bagi para tamu.
Shohibul Izar, kerap dipanggil Pak Izar, adalah pengabdi di dusun Bajulmati Kab. Malang. Setelah menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN Malang tahun 1989, Kang Izar jatuh hati dengan dusun yang terletak di pesisir selatan Kab. Malang. Bukan karena kecantol gadis dusun atau dilamar Pak Lurah, cerita klise romantisme anak kuliahan. Kang Izar nekad menaklukkan dusun Bajulmati yang kala itu akses transportasi dan komunikasi tak ubahnya seperti di pedalaman Kalimantan.
Tidak seperti lazimnya mahasiswa yang lulus kuliah: melamar jadi guru, mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), atau membuka usaha sendiri—Kang Izar memutuskan kembali ke dusun Bajulmati dan menetap di sana.
Jangan bertanya bagaimana pendidikan anak-anak dusun kala itu. Mereka hanya memiliki dua pilihan. Yang masih bocah ikut ayah atau ibu ke ladang. Atau anak yang sudah mampu bekerja harus meladang bersama kedua orangtua. Sekolah adalah bukan pekerjaan karena tidak menghasilkan uang.
Tidak sedikit anak-anak dusun yang mengalami buta huruf. Bahkan siswa kelas enam sekolah dasar yang menerima ijasah kelulusan belum lancar membaca.
Maka, pendidikan adalah pilihan primer yang ditawarkan Kang Izar. Tidak mudah menggeser cara berpikir warga dusun. Saat itu ancaman datang bertubi-tubi—ancaman keselamatan yang mempertaruhkan nyawa kerap dialamatkan padanya.
Ringkas cerita, kini, dusun Bajulmati hidup kembali. Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ), Paud, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar Harapan Bajulmati menjadi lentera bagi anak-anak dusun. Sama sekali tidak mewah, dan pasti dengan kondisi serta fasilitas seadanya.
Bukan karena ada apanya itu maksudnya begini: tidak karena ada proyek bantuan dari pemerintah, atau demi meminta sumbangan melalui proposal resmi yang kegiatannya difiktifkan.
Pendidikan di Bajulmati—saya menyebutnya sekolah komunitas model orang dusun. Beberapa tahun lalu saya pernah menuliskannya di Kompasiana. Hingga para pegiat komunitas di Malang dan kota-kota lainnya sering berkunjung ke dusun Bajulmati. Mereka saling belajar dan menguatkan misi visi pendidikan di daerah masing-masing.