Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Maya, Sampai Kapan Kita Menyebutnya Maya?

17 Agustus 2016   17:51 Diperbarui: 17 Agustus 2016   17:55 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dunia Maya | Ilustrasi: http://www.bekasiurbancity.com/dunia-maya-yang-kian-menyerupai-dunia-nyata/

“Tumben nongol,” kata saya kepada seorang teman yang lama tidak bertemu karena komunikasi kami cukup melalui obrolan chat.

“Kalau tidak nongol dicari. Begitu sudah nongol, ditumben-tumbenkan!”

Saya tertawa. “Tumben nongol begitu saja. Biasanya kirim kabar dulu,”

“HP saya amoh. Kata tukang service, Hpnya bootloop.”

“Apa itu?”

Mboh ra ngerti aku. Pokoknya HP begitu menyala, mati lagi, menyala lagi, mati lagi!”

“Enak itu, bisa mati hidup berulang kali.”

Kawan saya tambah bersungut-sungut. “Tidak begitu. Mati hidup, mati hidup, mati berulang kali untuk hidup lagi tepat untuk memenuhi keinginan manusia. Cita-cita hampir semua manusia adalah kalau perlu tidak usah ada mati. Hidup selamanya. Kalaupun ada kematian hendaknya ada kehidupan. Itupun kehidupan dunia saja bukan kehidupan akhirat.”

“Soal HP bootloop jadi begitu panjang pembahasannya?”

“Kamu jangan memancing saya terus. Lagi jengkel ini!”

“Jengkel kenapa?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun