Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dekapan Ibu dan Minyak Kayu Putih Aromatherapy Menyelamatkan Adinda

10 Oktober 2016   21:00 Diperbarui: 12 Oktober 2016   14:06 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://www.kompasiana.com/

Menjelang subuh rombongan yang hendak menuju dusun Bajulmati Kec. Gedangan Kab. Malang tiba lebih awal di masjid Sendangbiru. Tidak ketinggalan beberapa anak kecil, Dinda dan Tata, turut serta bersama ibunya masing-masing. Perjalanan tengah malam dari Jombang menuju Malang bagian selatan cukup lancar. Titik kemacetan yang biasanya menghambat perjalanan di siang atau sore hari terasa lengang di atas jam sembilan malam.

Kendati demikian jarak tempuh yang cukup jauh dengan jalan berkelok sepanjang Kasembon sampai kota Batu, Turen sampai Gedangan, dengan hawa dingin udara malam, memerlukan daya tahan fisik yang prima. Sebelum berangkat para ibu mengantisipasi hal tersebut dengan mengoleskan Minyak Kayu Putih Cap Lang di perut, dada, dan punggung buah hatinya.

Berkunjung ke dusun Bajulmati akan selalu berbasah-basah ria. Mulai dari menelusuri sungai menuju pantai Ungapan, berenang di pantai Leter, hingga menyeberangi ceruk di pintu masuk goa Coban, dan menangkap eksotika dinding goa—semua itu membuat pakaian selalu basah dan badan terasa dingin.

Foto Dok. Pribadi
Foto Dok. Pribadi
Bajulmati menawarkan sensasi petualangan yang alami. Selain karena kondisi alam yang masih belum banyak disentuh oleh program pembangunan pariwisata, destinasi khas alam dusun menghadirkan tantangan berbalut keramahan warga yang tulus. Sensasi itu bahkan diarasakan pula oleh anak-anak. Dinda dan Tata dua gadis imut berusia lima tahun itu seakan berubah menjadi anak alam yang bergerak lepas. Sejak menelusuri sungai menggunakan perahu dayung, menanam bakau, berlabuh sejenak di pantai Ungapan, hingga bermain air dan pasir putih di sepanjang pantai Leter, keduanya tidak menunjukkan kelelahan sedikitpun.

Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Ombak pantai Leter yang ramah, menyapa pasir putih yang lembut, membuat kawan-kawan, juga Dinda dan Tata, betah berlama-lama. Hanya perut kami terasa keroncongan. Tidak berapa lama masakan khas dusun sudah datang. Sayur lodeh, sambal yang pedas, ikan laut yang digoreng kering, kerupuk, seperti memanggil dan menggoda selera makan. Duduk di hamparan pasir putih kami menuntaskan rasa syukur menikmati masakan ibu-ibu dusun yang sedap luar biasa itu.

Usai menyantap makan siang, kami seolah tak ingin beranjak dari pasir putih pantai Leter. Pak Izar, pengabdi dan pemandu kegiatan di dusun Bajulmati, memberi kesempatan kepada kami untuk menikmati deburan ombak. Dinda dan Tata kembali beraksi berbasah ria. Pukul 14.00 WIB kami harus meninggalkan pantai Leter.

Rute selanjutnya adalah menuju goa Coban. Dengan pakaian basah dan badan dingin kami kembali menyeberangi muara Ungapan menggunakan perahu dayung. Truk tua sudah menunggu di pinggir pantai. Naik truk di bak belakang dengan paparan angin pesisir menghadirkan keceriaan canda dan tawa.

Foto Dok. Pribadi
Foto Dok. Pribadi
Truk memasuki jalanan yang terjal dan sedikit berkelok. Pak Izar, sopir yang cukup handal di medan berat. Truk tua meraung-raung menelusuri jalanan yang licin. Lereng hutan menemani perjalanan menuju goa Coban. Kami tak pernah menduga jalanan sesempit itu ternyata bisa dilalui kendaraan beroda empat. Hati sempat ketar-ketir. Kelihatannya seperti jalan buntu ternyata bisa juga dilalui. Kami turun di depan halaman rumah seorang warga. Kelapa muda sudah disiapkan di teras. Hanya beberapa menit air kelapa muda tandas mengisi perut kami.

Setelah perut diisi air anti dehidrasi itu tracking menuju goa Coban dilanjutkan. Pelampung dan alat penerangan untuk memasuki goa sudah disiapkan. Medan sepanjang sungai yang kami lalui tidak terlalu berat. Hanya batu-batu segede rumah seakan menghadang jalan. Namun, jalan setapak yang sering dilalui para pencari kayu di hutan membantu kami tanpa harus melalui rute yang sulit.

Pak Izar meminta kami memastikan pelampung sudah dipakai dengan benar. Di depan sebuah ceruk yang entah berapa puluh meter kedalamannya menyambut. Di seberang tampak mulut goa Coban. Ya, untuk mencapai mulut goa kami harus berenang. Yang tidak bisa berenang akan dipandu oleh teman-teman Bajulmati. Terlampau sering masuk ke dalam goa Coban, saya memutuskan untuk menunggu di luar. Bersama Mas Andre saya sudah menyiapkan pancing dan umpan.

Satu persatu rombongan tiba di mulut goa dengan selamat. Tak ketinggalan Dinda dan ibunya berhasil menyeberangi ceruk dengan dipandu oleh Pak Izar. Tata tidak ikut masuk goa karena ibunya sudah lelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun