Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan untuk Konsultan Pendidikan dan Pengawas Sekolah

8 Mei 2016   12:19 Diperbarui: 8 Mei 2016   12:29 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Guru, Sang Leader (http://www.kesekolah.com/images2/big/2013043014465952178.jpg)

Seorang konsultan pendidikan pernah mengeluh kepada saya bahwa formula yang dia pakai untuk memperbaiki kinerja, katakanlah sekolah X, gagal. Menurut pengakuannya formula itu cukup berhasil diterapkan di beberapa sekolah lainnya. Indikasi keberhasilannya, menurut sang konsultan, kinerja kepala sekolah dan guru meningkat.

Sekolah yang berhasil dia tangani semangat dan etos kinerjanya seperti terlahir kembali. Mirip motor yang baru turun mesin.

Adapun berhadapan dengan budaya kerja sekolah X, konsultan kita geleng-geleng kepala. Obat yang dia berikan nyaris bertahan hanya dua bulan. Pada bulan berikutnya tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Konsultan kita pun tidak pernah nongol lagi di sekolah. Mungkin kontraknya  menjadi “dokter” untuk menyembuhkan “penyakit” sudah habis. Rutinitas kerja di sekolah itu kembali normal, adem ayem, meskipun di bawah tanah kesadarannya tersimpan bara.

Saya teringat pesan Randy Stocklin, Co-Founder and CEO, Readers.com. Leaders inspire people through a shared vision and create an environment where people feel valued and fulfilled." Kepiawaian menginspirasi dan melihat visi masa depan saya pikir hampir setiap pemimpin sanggup memenuhinya. Adapun bagaimana visi itu diwujudkan dalam sebuah hope management merupakan tantangan tersendiri yang tidak kalah berat dan melelahkan.

Mengapa berat dan melelahkan? Perubahan yang digerakkan untuk mencapai visi masa depan sejatinya tidak pernah selesai. Pada saat yang sama, ia harus membuka mata para penumpang kapal agar menyadari realitas kekinian. Situasi mendesak dan darurat sudah di depan mata. 

Baru di tahapan ini saja pemimpin perubahan akan menghadapi lipatan-lipatan tantangan dari dalam, yang apabila ia tidak berteguh hati, dipastikan gagal mengatasi myopi para penumpang. Maka sebelum mengembangkan visi, sang pemimpin perlu membangun koalisi yang kokoh.

Menciptakan lingkungan dimana orang yang berkoalisi dengan sang pemimpin merasa dihargai, menemukan urgensinya. Mereka yang diajak berubah merasa diuwongke. Diorangkan. Kehadiran mereka di tengah koalisi memiliki makna. Benar kata Stocklin, “…create an environment where people feel valued and fulfilled.”

Secanggih apapun argumentasi yang dipaparkan, sekuat apapun hegemoni kekuasaan yang ditancapkan, seseram apapun ia mamasang tampang wibawa, apabila tidak menghargai orang di sekelilingnya, apabila gagal menjadikan orang lain bermakna di tengah lingkungan kerja – ia  bukan seorang pemimpin.

Nah, dari sini kita memahami kelalaian sang konsultan. Ia menyuntikkan formula untuk mengobati “sakit gigi” kinerja yang diprediksi akan sembuh sebulan dua bulan. Sang konsultan hanya memberikan obat antibiotik pengusir rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun