Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bunyi Hujan di Atas Genting

11 Juli 2016   06:22 Diperbarui: 11 Juli 2016   16:22 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: vi.sualize.us

Kantukku lenyap seketika oleh hujan menyapa malam. Bangku kayu, bintang gemintang, suara jangkrik yang malu-malu, dan perempuan yang membisu.

Bunyi hujan di atas genting. Dekat membentang ruang antara aku dan kamu. Aku dan kamu. Pekat depanmu mengisi sunyi. "Maafkan aku." Suaranya di telingaku selalu mendesah. Nafas dihembuskan resah.

Seekor kunang-kunang sempoyongan terbang. Kerlip cahayanya ditelan jubah hitam. Aku tersesat di semak belukar jejak hidupmu. "Kakiku perih."

Bunyi hujan di atas genting. Tak bergerak perempuan disampingku. Mematung tegak mata menikam. "Hatiku lebih perih. Kau tahu itu." Perempuan, kalau sudah begini, tebing terjal ia.

Tik tik tik bunyi hujan di atas genting. Malam merindu bulan. Bangku kayu, bintang gemintang, suara jangkrik yang malu-malu.

Perempuan menangis sedu.

kelutan 11 07 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun