Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana (Kok) Alam dan Egoisme Manusia

31 Desember 2022   13:51 Diperbarui: 31 Desember 2022   14:15 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: (AP PHOTO/JAY LABRA) (KOMPAS.COM)

Asumsi dasar "kemungkinan" ini menjadi ruang bagi segala peristiwa alam yang tidak dapat dihitung jumlah simulasinya di mana variabel dan komponennya sering luput dari perhitungan. Ruang tersebut juga menyodorkan kerendahan hati bahwa alam semesta adalah saudara tua manusia.

Melalui sudut pandang itu kita menyadari bahwa kepleset membaca gejala alam merupakan kesembronoan saat berinteraksi dengan sesama makhluk Tuhan. Kesembronoan inilah yang "menuduh" alam menjadi penyebab bencana.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Egosentrisme manusia menjadikan alam sebagai objek eksploitasi, bukan menempatkannya sebagai "sejawat" yang berdialektika secara sejajar.

Ketika hutan digunduli lalu mengirimkan banjir bandang, kita menyebutnya bencana alam. Padahal air, hujan, tanah, batu tengah menjalankan hukum dari Tuhan. Mereka patuh pada dalil yang kita semua tahu sejak sekolah dasar bahwa air mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah.

Disebut bencana alam karena akibat yang ditimbulkan mengganggu egoisme kepentingan manusia, tanpa merasa perlu mendalami hulu hilir penyebab peristiwa itu. Kita mengutuk air yang meluber di jalan raya karena mengganggu pekerjaan kita, merusak mesin mobil dan motor kita, mengotori lantai rumah kita.

Kita diam-diam menyayangkan---kata ini dipilih untuk mengaburkan sikap menyalahkan---mengapa ada cuaca ekstrem. Lha iya, cuaca kok ekstrem. Ekstrem adalah pilihan budaya bahasa versi manusia karena alam bertingkah tidak wajar, dan hal itu mengganggu acara liburan, merusak properti pesta, membatalkan rencana perayaan Tahun Baru.

Kalau tidak percaya silakan bertanya pada Badan Mestrelogo, Metrolos, Meterolos. Halaah...[]

Jagalan, 31 Desember 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun