Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Adakah yang Lebih Berkesan dari Idul Fitri yang Hening dan Sunyi?

24 Mei 2020   20:03 Diperbarui: 24 Mei 2020   20:01 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: instagram.com/sinok.wibowo

Ini bukan lagi sepi, tapi sunyi. Benar-benar sunyi. Lebaran tahun ini bukan lagi sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi.

Usai shalat Idul Fitri di mushola sebelah rumah yang khusus dihadiri warga RW 02 Jagalan, jalan di kampung sontak sepi. Jalanan bulan hanya sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi.

Tahun lalu nyaris semua warga keluar, beredar dari rumah ke rumah, melangkah dari pintu ke pintu, mengalirkan maaf dari hati ke hati. Ramai, gayeng, ceria.

Namun, tahun ini, 2020, usai shalat Idul Fitri di mushola sebelah rumah yang khusus dihadiri warga RW 02 Jagalan, warga berdiam diri di rumah. Lengang melayang-layang. Hening.

Tak perlu saya sebut penyebab jalanan menjadi lengang, sepi, dan sunyi. Tak perlu saya jelaskan muasal warga enggan keluar rumah. 

Ah, sudahlah!

Saya menikmati ketidaklaziman ini bersama hati saya yang bukan lagi sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi. Saya biarkan jiwa melengang.

Ibu saya termangu di ruang tamu. Adegan video call bersama anak cucu di Jakarta mengambang di bola matanya. Dalam sepi yang bukan lagi sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi, ibu merapal doa-doa kebaikan untuk semua anak dan cucu.

Wajah ibu sumringah menyaksikan anak cucu di rantau sehat wal afiat, segar wal abugar.

Tinggal saya yang berusaha meniti sepi yang bukan lagi sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi. Ini Idul Fitri membetot jiwa ke dalam relung kesadaran yang paling inti.

Ucapan Mohon Maaf Idul Fitri mengalir, membunyikan tanda pesan masuk, lalu menumpuk dalam ruang memori. Kiriman ucapan dan desain lebaran meninggalkan kesan yang berbeda.

Desain dan Ucapan Idul Fitri yang Tidak Lazim

Saya menjaring ucapan Idul Fitri secara acak di Instagram. Desain dan ucapannya membuat saya terkesan. 

Ini bukan milik para pesohor atau public figur, melainkan milik orang dekat dan sahabat saya, para sesama manusia.

Desain dan ucapan Idul Fitri berikut ini tidak klise, keluar dari adat kelaziman. Saya akan memaknainya menurut sudut pandang, jarak pandang, resolusi pandang versi saya.

Kita mulai ucapan Idul Fitri yang divisualisasikan fajrulyaqien. 

Teksnya berbunyi: "Sorry. Ngaturaken sedaya kalepatan. Mohon maaf atas segala kesalahan."

Foto: instagram.com/fajrulyaqien
Foto: instagram.com/fajrulyaqien
Anak muda yang kuliah di jurusan Teknik Fisika ITS Surabaya, bukan hanya rajin mempelajari ilmu Fisika. Ia juga getol mengotak-atik "teknik visual". Karya desain visual mengisi beranda Instagram-nya.

Ucapan Idul Fitri dikemas dalam tiga bahasa di sana: Inggris, Jawa dan Indonesia. Ia seolah ingin menegaskan dirinya yang tidak "ke-Inggris-inggris-an". Aku wong Jowo, kira-kira demikian pesan di balik penggunaan bahasa Jawa.

Yang menarik, bahasa Jawa diletakkan di tengah, sesudah bahasa Inggris, sebelum bahasa Indonesianya. Ia seakan menegaskan, "Barat diruwat, Jowo digowo, Indonesia disayang".

Di tengah pertarungan global dan perjuangan nasionalisme, bagaimana pun Fajrul adalah manusia Jawa.

Teks "Sorry" yang huruf "R"-nya didesain tumpuk dan diposisikan mbulet-mbulet menyiratkan pesan, betapa mudah mengucap sorry atau maaf. Namun, ucapan itu kerap kali terserimpung oleh perasaan gengsi. Yang sederhana malah jadi mbuleti sendiri.

Berikutnya, ucapan Idul Fitri dari sinok.wibowo. Sahabat saya sejak sekolah SMP, teman diskusi, atau pada saat yang lain kawan gojlok-gojlokan. Sikapnya merdeka walaupun sesekali agak ndlodok.

Cara berpikirnya, "entah", tidak sanggup saya merumuskannya. Ucapannya penuh kejutan dan tidak bisa ditebak.

Kalimat yang paling fenomenal dari sahabat saya ini adalah "Ayo ngopi sambil melekan sampai rembes!"

Atas segala ketidakjelasan yang jelas-jelas tidak bisa saya mengerti dari Sinok, foto "Ibu" yang dia pasang di momentum Idul Fitri ini sungguh kejutan yang mengharukan.

Foto: instagram.com/sinok.wibowo
Foto: instagram.com/sinok.wibowo
Saya yakin, haqqul yakin, dia akan misuh-misuh membaca tulisan ini. Tapi, sungguh, saya serius dan jujur dengan apa yang saya tulis. Foto itu membuat saya terkesan di hari yang fitri.

Dan teks yang dia pasang: "ibu-mu" (3X). Untuk ukuran Sinok ini benar-benar kegilaan yang waras.

Ibumu, ibumu, ibumu adalah sabda Nabi Muhammad ketika ditanya, "Ya Rasul, siapakah yang harus aku hormati di dunia?"

Demikianlah, Idul Fitri menjadi momentum kita kembali ke rahim, kasih sayang, yang suci. Tiada seorang pun di dunia yang memiliki rahim selain ibu kita. Dari rahim kita kembali ke rahim. Kepadanya kita sungkem dan bersimpuh.

Selanjutnya kita bergeser ke desakotaku. Ini juga sahabat saya yang ke mana-mana membawa kamera. Sregep motret momentum: mulai orang menggali kuburan hingga ekspresi teriakan para demonstran. Mulai sunyi embun yang menetes di atas daun hingga riuh rendah lalu lalang kendaraan di jalanan kota.

Desakotaku mengirim ucapan maaf melalui WA. Saya buka ternyata foto lima anak. Dua anak memangku adiknya. Ia mengucapkan, "Sekeluargi ngaturaken sedoyo kelepatan."

Foto: instagram.com/desakotaku
Foto: instagram.com/desakotaku
Ini ucapan dan desain Idul Fitri yang juga tidak lazim dan membuat saya terkesan. Anak-anak adalah makhluk yang belum punya dosa. Pada kadar tertentu mereka bebas mengerjakan apa pun tanpa dibebani ancaman neraka.

Makhluk suci ini melambangkan ketulusan. Kembali ke jiwa yang fitri tak ubahnya kembali menjadi bayi. Hidup dan mati bergantung sepenuh-penuhnya kepada Tuhan. Agama menyebutnya tawakal.

Saya tidak tengah menyebarkan fatalisme. Namun, jiwa yang fitri, jiwa yang membayi, adalah jiwa yang tidak berhenti berjuang seraya bertawakal kepada Tuhan.

Takwa dan tawakal adalah dua kaki yang menopang langkah hidup kita. Orang bertakwa akan selalu mengerjakan transformasi sosial. Ia bersedekah pada saat sempit maupun lapang, senang maupun susah.

Mengendalikan diri tidak cepat marah merupakan tanda manusia bertakwa. Ia berdiri secara seimbang. Tidak termakan hoaks dan tidak pula menyebarkan hoaks. Tidak ngamukan dan tidak pula membuat orang lain ngamuk.

Manusia bertakwa juga selalu meminta maaf dan memaafkan. Ia merasa dirinya dholim. Waspada terhadap perilaku dan tutur katanya sendiri agar tidak menambah kedholiman.

Ucapan dan desain Idul Fitri desakotaku menyiratkan makna yang mendalam. Anak-anak bukan sekadar anak-anak. Mereka adalah cermin bagi kita, para orangtua, agar senantiasa waspada.

Nah, ini ucapan Idul Fitri yang lumayan kocak. Dari jimjammal_1.0: "Kelurga Jamaludin Malik (Djamboel) mengucapkan SAMA-SAMA."

Foto: instagram.com/jimjammal_1.0
Foto: instagram.com/jimjammal_1.0
Tahukan apa maksudnya "Sama-sama"? Masyarakat Jawa akan menjawab permintaan maaf dengan berkata, "Yo, podo-podo." 

Sama-sama itu artinya saya juga menyampaikan hal yang sama. Saya juga meminta maaf.

Saking banyaknya ucapan permohonan maaf yang masuk, saya juga sering menjawabnya, "Sami-sami," atau "Sama-sama."

Selain ucapan yang minimalis, jimjammal_1.0 mengisyaratkan satu hal: permintaan maaf harus dilazimkan untuk menebus kesalahan sesama manusia. Kita sama-sama manusia, sama-sama punya kesalahan, sama-sama memiliki kekurangan.

Jadi, mari sama-sama saling memaafkan.

Tulisan ini rampung saat malam menjelang. Saya berkemas untuk kembali melintasi sepi yang bukan lagi sepi, tapi sunyi, benar-benar sunyi.

Adakah yang lebih berkesan dari Idul Fitri yang hening dan sunyi selain keheningan serta kesunyian itu sendiri?[]

Jagalan, 240420

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun