Kasak-kusuk, rasan-rasan, bisik-bisik mulai merebak. Masyarakat bosan tinggal di rumah. Selain mungkin merasa jenuh melakukan work from home, sebagian yang lain mulai kelimpungan bagaimana nasib dapur dan isinya.
Berat memang menanggung akibat penyebaran Covid-19. Bagi sebagian orang, diam di rumah justru menggerus uang belanja. Belum lagi menghitung kuota internet untuk anak-anak dan mahasiswa yang belajar dari rumah. Diam-diam kita pun bertanya, kapan situasi ini akan berangsur normal kembali?
Adalah Bill Gates, pendiri perusahaan Microsoft, menebar wejangan. Katanya, situasi ini belum akan kembali normal sebelum vaksin ditemukan. Padahal, penemuan vaksin memerlukan waktu satu tahun lagi. Itu pun perhitungan paling cepat.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang PS Brodjonegoro juga mengatakan, penelitian dan pengembangan vaksin corona di Indonesia setidaknya memerlukan waktu minimal satu satu tahu. Lhadalah! Minimal lho ini.
Dalam sesi wawancara dengan Fox News, Gates menyatakan pembatasan sosial merupakan salah satu cara menekan jumlah korban meninggal. Pemerintah juga mengimbau agar masyarakat menjaga jarak antarorang. Sayangnya, imbauan menjaga jarak ini dilaksanakan setengah hati.
Memang, tidak gampang mengubah perilaku masyarakat dalam rentang waktu yang cukup singkat. Kebiasaan kumpul bareng sebagai salah satu ciri masyarakat komunal tiba-tiba harus dihindari. Imbauan ini pun diterima secara pro dan kontra.
Tantangan di depan mata selanjutnya adalah lebih dari 200 juta muslim di negeri ini akan memasuki bulan Ramadan. Kegiatan buka bersama atau ritual yang melibatkan kumpulan orang banyak semoga bisa ditata secara cerdas dan bijaksana.
Kita tidak tengah menghadapi serangan teroris. Tidak pula menerima ancaman bom bunuh diri. Yang kita hadapi adalah wabah Covid-19. Narasi yang dikembangkan pun seharusnya narasi tentang bencana.
Tidak salah kita beramai-ramai membuat tagar "Lawan Corona". Namun, yang patut dicermati adalah bagaimana narasi itu dikomunikasikan.Â
Beberapa waktu lalu kita dibanjiri tagar "Kami Tidak Takut". Ini tagar terkesan gagah dan berani. Kesalahan membangun narasi "Kami Tidak Takut" dapat menyebabkan masyarakat keliru menangkap inti pesan.
Narasi tentang bencana, termasuk pandemi Covid-19, seharusnya menyasar pada individu dan publik sekaligus. Kampanye mencuci tangan merupakan salah satu upaya edukasi yang bisa diterapkan secara individual.