Setelah engkau ciptakan kerusakan, ketidakseimbangan, kebocoran, kebobrokan, mengapa Tuhan yang engkau todong untuk menyelesaikannya?
Setelah langit memerah, asap menyerang sudut paru-paru, bernafas pun terasa sesak, Tuhan "diperintah" agar segera menurunkan hujan.
Atau baiklah, kita sebut saja berdoa, memohon, menghiba, meminta pertolongan. Namun, tahun depan kita merancang bencana kehancuran secara lebih sempurna. Lalu, kita berdoa lagi, memohon lagi, meminta pertolongan lagi.
Kira-kira apa yang "dipikirkan" Tuhan mengenai perilaku kita?
Tuhan pun Maha Berbagi
Kita mengolah tanah, menyiraminya, menanam benih di dalamnya. Lalu biarkan Tuhan mengatur pertumbuhan benih menjadi pohon hingga menghasilkan buah.
Tuhan berbagi tugas dengan manusia. Agar beras bisa dimakan, jangan menagih Tuhan supaya Dia mengubahnya menjadi nasi. Manusialah pengubah beras menjadi mener, nasi, upo, bubur atau produk kebudayaan yang lain.
Tuhan sudah sangat bemurah hati menyediakan tanah, air, udara, api benih pepohonan serta bahan baku penopang kehidupan.
Semua bahan baku itu silakan dikelola untuk kemanfaatan manusia dan keberlangsungan kehidupan. Namun, tetap perlu diingat, alam adalah "saudara tua" manusia.
"Pohon bisa hidup tanpa manusia, tapi manusia tidak bisa hidup tanpa pohon", adalah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri.
Kenyataannya, alam sebagai "saudara tua" tidak menjadi etika bersama saat manusia mengelola alam.