Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Politik "Sopo Siro Sopo Ingsun"

24 Februari 2019   23:09 Diperbarui: 25 Februari 2019   08:32 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dan Joko Widodo - Maruf Amin saat acara pengundian dan penetapan nomor urut pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Gedung Komisi Pemilhan Umum, Jakarta, Jumat (21/9/2019).| KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Akibatnya, untuk merasa benar dan menyampaikan kebenaran, kita perlu bahkan wajib menyalahkan orang dan pihak yang berseberangan. Untuk berada di kanan, kita menyalahkan pihak kiri. Untuk berada di kiri, kita menyalahkan pihak kanan. Tidak mendukung Jokowi otomatis pasti jadi anak buah Prabowo. Bersimpati kepada Jokowi otomatis menjadi lawan pendukung Prabowo. Kenapa hidup berbangsa dan bernegara jadi begini sumpek dan tegang!

Ketegangan itu menghasilkan sikap lebay, berlebihan dan hilang keseimbangan. Kita tidak peka terhadap sikap empan papan, sawang-sinawang. Yang kita tampilkan di hadapan publik adalah politik tangan mengepal. Yang kita teriakkan adalah politik sopo siro sopo ingsun, dengan nada tinggi dan wajah mendongak. Kanvas perebutan kekuasaan kita dipenuhi oleh goresan garis yang merefleksikan "Aku pemilik kebenaran!"

Pro kontra doa yang "tertukar" dan munajat Neno Warisman mencerminkan kenyataan bahwa menuhankan diri sendiri ternyata mudah menjangkiti siapa saja. Diri ini bisa berarti diri team pemenangan, ormas, kelompok, aliran. Sedangkan Tuhan yang asli terselip di antara skenario gelombang kepentingan untuk meraih laba alias bathi.

Tuhan telah menegaskan, "Kebenaran itu dari Tuhanmu." Gara-gara Pilpres dan doa, kita jadi linglung sendiri saat membedakan "dari" dan "di".[]

Jagalan, 24 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun