Zaman saya kecil ngaji di mushola, selalu saja ada kawan yang iseng saat mengerjakan salat. Misalnya, ketika sujud kaki temannya dicengkal dengan tabuh bedug. Bangun dari sujud tentu saja ia tidak bisa duduk.
Ulah iseng anak-anak tidak ada habisnya. Mulai praktek nglombok "burung" temannya saat tidur hingga ndudul "salak" yang gandul-gandul di balik sarung Mbah Kin.
Tidak ada kamus pelecehan agama. Yang ada adalah kenakalan khas anak kecil sekaligus kemesraan sosial. Para orang tua juga saling gojlok dan berkelakar usai murak berkat di mushola.
Saya juga pernah mendengar seseorang membaca doa yang "tidak wajar" pada acara resmi di mushola. Doa yang dibaca selalu diawali oleh kalimat Allahumma. Hasilnya ia berdoa: Allahumma inni audzubika minal khubutsi wal khobaaits. Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtana. Allahumma jannibnasy-syathaan...
Yang pertama adalah doa masuk kamar mandi, doa sebelum makan, dan doa sebelum bersetubuh. Hadirin tak kalah khusyuk membaca amin, amin, amin.
Apakah doa tersebut dikabulkan? Wallahua'alam alias hanya Allah yang Maha Tahu. Yang kami tahu saat itu, dia berdoa secara sungguh-sungguh dan yakin isi doanya baik untuk kami semua.
Tidak ada yang protes meskipun beberapa orang saling pandang karena merasa janggal dengan kelanjutan doa Allahumma. Barangkali karena kemampuan bahasa Arab kami yang minimalis sehingga tidak mengerti arti doa tersebut, menyebabkan kami tidak melancarkan protes.
Lagi pula persoalannya bukan doa tersebut sejalan dengan acara atau tidak, meskipun tetap dianjurkan berdoa sesuai "kepentingan" acara.
Berdoa bukan sekadar urusan teknis baca kalimat permohonan, melainkan bagaimana software kesadaran hati menyapa Tuhan. Salah satu conditioning doa yang dikabulkan adalah mengucapkannya dalam hati pada situasi yang tidak diketahui oleh pihak yang tengah didoakan.
Kata orang Jawa, kita ini sakdek saknyet: berdoa saat ini, lalu saat ini juga minta terkabul. Ini berdoa cap anak TK, yang merengek-rengek agar ice cream datang saat itu juga. Tak ubahnya anak kecil, kita mendikte Tuhan agar memenuhi ini dan itu permintaan kita. Kalau bisa daftar permohonan itu langsung terpenuhi.
Padahal Tuhan telah mengajarkan melalui frasa yang hampir setiap muslim mengenalnya. Bahkan ustadz Yusuf Mansur pernah mengangkat ide cerita film drama religius menggunakan frasa yang diambil dari Al- Quran, yakni Kun Fayakun.