(1)
Pertanyaan sederhana yang perlu segera dijawab dan terus menerus dilacak akar kesadarannya adalah mengapa anak-anak dilahirkan melalui rahim kita? Mengapa kita dipilih oleh Tuhan menjadi ayah ibu mereka, bukan pasangan suami istri yang lain? Jika kita menjawab bahwa itu takdir, mengapa Tuhan menakdirkan demikian? Anak-anak itu titipan ataukah pinjaman dari Tuhan?
Kalau anak-anak adalah titipan berarti Dia sebagai pihak yang menitipkan "butuh" kepada kita sebagai pihak yang dititipi. Sebagaimana kita yang menitipkan sepeda butuh kepada penitipan sepeda.
Tuhan tidak membutuhkan apapun dan tidak bergantung pada siapapun. Anak adalah pinjaman. Kedua orangtua memohon agar diberi pinjaman berupa anak. Pihak yang dipinjami akan mengikuti aturan dan regulasi Pihak yang Meminjami. Grand design dan visi masa depan anak tidak terutama menurut kemauan kedua orangtua, melainkan sesuai dengan Kehendak yang Meminjami.
Tugas orangtua adalah membaca, meneliti, niteni secara ajeg "sinyal" kehendak Tuhan yang dipasang pada anak. Mendidik anak tidak memprosesnya menjadi seperti apa yang kita mau, melainkan ngetutke, menemaninya berproses agar menemukan apa yang Allah kehendaki atas hidupnya.
(2)
Atas hidup dan masa depan anak-anak kita, Tuhan pasti punya maksud. Orangtua dan guru harus bergabung ke dalam arus utama visi penciptaan atas pihak yang dipinjamkan. Baik visi penciptaan secara universal maupun per individu anak. Visi penciptaan itu terungkap melalui firman-Nya: "Sesungguhnya Aku menciptakan khalifah di bumi."
Karena itu, setiap anak pasti diberi fadlilah, bakat, talenta yang berbeda. Kelebihan-kelebihan itu merupakan potensi bawaan yang seratus persen sahamnya berasal dari dan milik Allah. Yang bisa dilakukan orangtua atau guru adalah menyirami, mengembangkan, memfasilitasinya agar anak mengenal dirinya melalui pola asuh dan proses pendidikan.
Karakter utama pendidikan adalah sifat kepengasuhan Tuhan. Akar katanya adalah "rabb"--- yang pesan utamanya adalah kesanggupan untuk mengasuh, mengayomi, memangku, merangkul, mencintai, menyayangi. Pola asuh dan praktek pendidikan merupakan buah dari pepohonan yang berakar pada sifat Rububiyah Tuhan.
(3)
Apabila orangtua dan guru hidup dalam kesadaran yang sama bahwa pendidikan adalah mentajalikan sifat Rububiyah Tuhan, maka interaksi dan kerja sama yang seimbang menjadi tali yang mengikat keduanya supaya tidak mblarahdan memperturutkan egoisme masing-masing. Orangtua dan guru tidak bertengkar menurut benere dhewe. Guru tidak mengeluhkan pola asuh orangtua di rumah, orangtua tidak menyalahkan gaya guru mengajar.