Usia Afi Nihaya dan Zahra Haider tidak terpaut jauh. Pada usia yang cukup belia, keduanya mengunggah tema yang cukup sensitif ke tengah publik melalui media sosial. Afi dan Haider menyedot perhatian penghuni jagad dunia maya. Tulisan “Warisan” hingga kini masih dibicarakan orang dan dibagi lebih ribuan kali.
Beberapa waktu lalu Zahra Haider, sekarang berusia 20-an, gadis asal Pakistan menulis tentang hubungan seksual pra-nikah yang dilakukannya saat masih remaja di Islamabad untuk majalah Vice. Haider yang hijrah ke Kanada bercerita, ia menggunakan kamar hotel untuk aksi petualangannya. Orangtua Haider meledak marah. Beberapa pihak menyatakan orangtua Haider dikuasai kemarahan yang tidak rasional dan melodramatis.
Kisah Haider sudah dibagikan ribuan kali, dan bisa ditebak, memunculkan perdebatan sengit. Beberapa kalangan bahkan menuduh Haider menjatuhkan martabat Pakistan sebagai negara dengan populasi penonton porno tertinggi di dunia. Orang Pakistan selalu berpikiran ngeres dan doyan seks. Tulisan Haider meneguhkan citra itu semua.
Menghadapi Generasi Baru
Afi dan Haider adalah sumbu yang disulut oleh kegelisahan—Afi menyalakan sumbu ledak tentang toleransi dan keberagaman; Haider menyulut kehidupan seksual, yang menurut wartawan Ali Moeen Nawazis, menjadi penghakiman budaya terhadap orang Pakistan.
Kita sedang berhadapan dengan generasi yang sepenuhnya bukan kontinuasi proses pendidikan, apalagi hasil kerja belajar yang disebut sekolah. Apapun nama mereka—generasi milenial atau apa terserah, faktanya mereka adalah cermin generasi yang dianugerahi kecerdasan dan talenta berpikir yang nyaris berbeda dengan generasi tua sebelumnya. Mereka bukan lagi “warisan” dari proses budaya pendidikan dan politik yang kita sangka akan membentuk sikap dan cara berpikir mereka.
Itu baru satu individu bernama Afi dan Haider. Sedangkan ada beribu-ribu, berjuta-juta Afi dan Haider yang bobot “kenakanalan” dan “keliaran” berpikir mereka memandang problematika hidup tidak lagi text-book, linier, ndlujur—cara berpikir yang entah sengaja atau tidak, disistemisasi dan diwariskan oleh model pendidikan yang mereka jalani.
Alih-alih memahami, merangkul, mengayomi—publik justru terbelah oleh sikap pro dan kontra. Kita sedang hidup di cuaca dikotomis dimana satu biji fakta akan dibelah jadi dua. Beramai-ramai kita akan merajam setiap bagian itu menggunakan pisau analisa yang ditakhayuli oleh hantu kebenaran masing-masing.
Wartawan Nawazis bahkan menulis surat terbuka di Facebook, dan sudah dibagi lebih 6000 kali menyatakan, pengalaman Haider sebagai salah satu orang “elit” Pakistan tidak menunjukkan gambaran sebenarnya tentang perempuan Pakistan lainnya.
Yang menarik, tidak sedikit perempuan Pakistan mendukung Haider. Mereka mengakui Haider telah membuka topik perbincangan yang selama ini dianggap tabu. Kejujuran Haider menuai pujian. Haider membuka “hijab” yang selama ini tertutup: masyarakat selalu rajin melayangkan penyangkalan-penyangkalan.
Kebenaran yang Dikurung