Adalah Erika Cuéllar seorang ahli biologi yang melakukan penelitian di Gran Chaco, Amerika Selatan. Wanita keturunan asli Bolivia ini memiliki dedikasi luar biasa dalam melindungi kawasan hutan kering tropis besar yang tersebar dari Bolivia, Argentina, Paraguay, dan Brasil.
Cuéllar menyadari ada potensi yang belum dimanfaatkan untuk diolah di daerah itu, baik sumber daya alam (SDA) dan manusianya (SDM). Gran Chaco merupakan rumah bagi lebih dari 4.000 spesies hewan, burung, dan tanaman.
Sayangnya, potensi tersebut ditinggalkan begitu saja oleh penduduk setempat yang banyak menghabiskan waktu bekerja di kota. Cuéllar membantu mereka agar mampu melindungi lingkungan alam dan menghadapi tantangan konservasi. Cuéllar ingin mereka kembali menghabiskan waktunya untuk mengurus wilayah mereka sendiri dan tinggal di rumah bersama keluarga mereka.
Cuéllar melatih program konservasi profesional kepada penduduk setempat. Sebelum mereka terjun merawat hutan Cuéllar melakukan pembinaan program parabilogist. Beberapa orang di Bolivia, Paraguay, dan Argentina telah melalui 800 jam, menjadi parabiologist. Selama sembilan bulan, mereka dilatih praktis dan teoritis ilmu biologi, melakukan pemetaan, pengumpulan data, dan keahlian lainnya.
"Seperti paramedis, parabiologists menggunakan keterampilan khusus mereka untuk menyelamatkan nyawa, yang dalam hal ini berupa ekosistem mereka, tanah milik mereka, '' kata Cuéllar.
Lain Cuéllar lain pula sahabat saya, Shohibul Izar. Pengabdi di dusun Bajulmati Kec. Gedangan Kab. Malang sejak tahun 1990 itu melakukan kerja pemberdayaan di dusun yang berbatasan langsung dengan laut selatan. Sekitar tahun 1994 jalur lintas selatan yang kini menghubungkan Sendangbiru dengan pantai Balekambang masih berupa hutan dan rawa.
Medan menuju dusun Bajulmati tergolong cukup berat. Beberapa sungai yang kami lewati waktu itu belum memiliki jembatan. Saat menyeberang sungai sering kali bukan kita naik motor, tapi motor naik ke pundak kita alias digotong rame-rame.
Sejauh ini selain merintis dan mengembangkan pendidikan di dusun Bajulmati, Shohibul Izar gencar melakukan gerakan mangrovisasi. Setiap tamu yang berkunjung ke Bajulmati, baik yang melakukan studi banding, menyerahkan bantuan pendidikan, hingga menjalankan bakti sosial, diajak melakukan “ritual” susur sungai. Di tengah kegiatan susur sungai itu Shohibul Izar mengajak tamu berhenti di beberapa lokasi sepanjang sungai untuk menanam bakau.
Kegiatan yang telah berlangsung sejak lima tahun ini mendapat respon positif. Tamu-tamu yang berkunjung ke dusun Bajulmati menikmati dua sensasi sekaligus: sensasi menelusuri sungai Bajulmati dan sensasi menanam bakau. Mereka cukup terkesan dan mendukung gerakan mangrovisasi karena terlibat secara langsung dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.
Baik Erika Cuéllar dan Shohibul Izar atau para pengabdi lainnya di sudut-sudut terpencil nusantara akan menjumpai sedikitnya dua fakta. Pertama, sebagian besar waktu penduduk setempat habis untuk bekerja di kota. Kedua, belum tumbuh kesadaran mengurus wilayah mereka sendiri.
Saya menyaksikan dan mengalami kedua fakta tersebut. Sebagian besar anak muda dusun memilih bekerja di kota atau di luar negeri. Desakan ekonomi membuat mereka meninggalkan dusun dan kampung.