Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Patung Lilin

14 Juli 2016   17:24 Diperbarui: 4 April 2017   18:03 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://sukowaspodo.blogspot.com/"][/caption]Waktu membeku. Detak tak bergerak. Diam kaku sekujur kaku. Mata menyala memerah basah.

Dalam rangkulan detik aku menjadi patung lilin. Gerimis mengiris tangis. Mengapa manusia yang garang mendadak gamang berhadapan dengan ruang waktu yang dibentangkannya sendiri?

"Aku tidak cengeng. Aku menangis."
"Apa bedanya? Cengeng dan menangis sama saja."
"Mengapa kamu begitu menyebalkan dan berotak definisi?"
"Kamu terlalu perasa."
"Aku hidup punya jiwa!"

Berpisah dan perpisahan melompat sejengkal saja. Bergeser sekian mili di bumi semakin sunyi. Apa susahnya!

Aku patung lilin. Tak berjiwa tak bernyawa. Sedih gembira tiada beda. Bumi langit bukan hampar batas cakrawala. Lautan ruang hampa bumi segede butir merica. Bagi patung lilin tawa dan air mata senda gurau belaka.

Jagalan 14 07 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun