Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa itu Sekolah Alternatif? Memangnya Ada?

2 Juni 2016   13:29 Diperbarui: 2 Juni 2016   17:23 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak dan Alam (Foto: Dok. Pribadi)

Disarankan masyarakat atau calon wali murid tidak terjebak oleh istilah yang dilabelisasi. Identitas dan karakter murni sekolah tidak selalu tercermin dalam label yang mereka pasang. Misalnya label sekolah unggul, tidak otomatis sekolah tersebut unggul. Sementara sekolah yang tidak memasang label unggulan bisa jadi lebih unggul.

Demikian juga sekolah alternatif. Ada dua kemungkinan: alternatif yang menawarkan layanan pendidikan lebih manusiawi atau justru menggiring siswa menjadi robot yang diseragamkan dan distandarisasi pola pikirnya. Yang terakhir ini juga alternatif dalam praktek dehumanisasi pendidikan.

Jadi sekolah alternatif bukan berdasarkan klaim pihak sekolah, melainkan berakar dari filosofi pendidikan yang dijalankan. Meskipun tidak menyebut alternatif, sekolah yang memiliki akar filosofi pendidikan humanistik merupakan sekolah layak pilih di tengah maraknya praktek dehumanisasi. Sodoran alternatif, dengan demikian, adalah persoalan ideologi sekolah yang sengaja dihadirkan sebagai sikap perlawanan terhadap ideologi pendidikan yang tidak memanusiakan siswa.

Tentu saja semua sekolah akan mengklaim dirinya sebagai sekolah yang memanusiakan siswa. Namun, klaim itu akan terpatahkan ketika sekolah lebih memilih kompetisi daripada kerja sama. Lebih memilih prestasi daripada presisi layanan individual siswa. Lebih memilih prestise daripada apresiasi.

Maka, sekolah alternatif yang memiliki akar humanistik akan mengedepankan orientasi siswa (student oriented) - bukan dalam wacana - melainkan menjalankannya di hampir semua lingkup sistem dan pembelajaran. Lingkungan belajar sekolah secara sengaja didesain untuk menghargai anak, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak berinteraksi bukan terutama sebagai murid namun ada kalanya ia tampil sebagai manusia. Keduanya diakomodasi, dihargai, diapresiasi, dilejitkan, didukung, dikasihsayangi secara apa adanya.

Semua itu sejatinya bukan hal aneh mengingat kehidupan bergerak secara holistik. Sekolah alternatif mentransformasi pola kehidupan yang holistik dan membebaskan. Warga sekolah terjalin dalam lingkaran gerak komunitas yang saling menghidupi dan memberdayakan.

Jadi, pendidikan bukan semata urusan individual. Bukan sekedar ada gedung ada guru. Bila arus utama pendidikan masih berkutat pada sikap berpikir individual, lahirnya arus baru pendidikan makin tak terbendung lagi.[]

Jagalan 020616

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun