Disarankan masyarakat atau calon wali murid tidak terjebak oleh istilah yang dilabelisasi. Identitas dan karakter murni sekolah tidak selalu tercermin dalam label yang mereka pasang. Misalnya label sekolah unggul, tidak otomatis sekolah tersebut unggul. Sementara sekolah yang tidak memasang label unggulan bisa jadi lebih unggul.
Demikian juga sekolah alternatif. Ada dua kemungkinan: alternatif yang menawarkan layanan pendidikan lebih manusiawi atau justru menggiring siswa menjadi robot yang diseragamkan dan distandarisasi pola pikirnya. Yang terakhir ini juga alternatif dalam praktek dehumanisasi pendidikan.
Jadi sekolah alternatif bukan berdasarkan klaim pihak sekolah, melainkan berakar dari filosofi pendidikan yang dijalankan. Meskipun tidak menyebut alternatif, sekolah yang memiliki akar filosofi pendidikan humanistik merupakan sekolah layak pilih di tengah maraknya praktek dehumanisasi. Sodoran alternatif, dengan demikian, adalah persoalan ideologi sekolah yang sengaja dihadirkan sebagai sikap perlawanan terhadap ideologi pendidikan yang tidak memanusiakan siswa.
Tentu saja semua sekolah akan mengklaim dirinya sebagai sekolah yang memanusiakan siswa. Namun, klaim itu akan terpatahkan ketika sekolah lebih memilih kompetisi daripada kerja sama. Lebih memilih prestasi daripada presisi layanan individual siswa. Lebih memilih prestise daripada apresiasi.
Maka, sekolah alternatif yang memiliki akar humanistik akan mengedepankan orientasi siswa (student oriented) - bukan dalam wacana - melainkan menjalankannya di hampir semua lingkup sistem dan pembelajaran. Lingkungan belajar sekolah secara sengaja didesain untuk menghargai anak, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak berinteraksi bukan terutama sebagai murid namun ada kalanya ia tampil sebagai manusia. Keduanya diakomodasi, dihargai, diapresiasi, dilejitkan, didukung, dikasihsayangi secara apa adanya.
Semua itu sejatinya bukan hal aneh mengingat kehidupan bergerak secara holistik. Sekolah alternatif mentransformasi pola kehidupan yang holistik dan membebaskan. Warga sekolah terjalin dalam lingkaran gerak komunitas yang saling menghidupi dan memberdayakan.
Jadi, pendidikan bukan semata urusan individual. Bukan sekedar ada gedung ada guru. Bila arus utama pendidikan masih berkutat pada sikap berpikir individual, lahirnya arus baru pendidikan makin tak terbendung lagi.[]
Jagalan 020616
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H