Mohon tunggu...
Achmad Mudrikah
Achmad Mudrikah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Guru Matematika di Pesantren Sumur Bandung Cililin dan Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNINUS Bandung, Doktor Pendidikan Matematika Lulusan UPI Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

(Andaikan) Aku Seorang Guru Matematika Profesional yang Sedang Mengajarkan Materi Peluang

6 Desember 2013   09:50 Diperbarui: 4 April 2017   16:26 2472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengajar materi peluang untuk siswa kelas 10 adalah mengajarkan tentang pengertian peluang suatu kejadian dengan menggunakan berbagai objek nyata dalam suatu percobaan dan frekuensi relatif, serta menyajikan hasil penerapan konsep peluang untuk menjelaskan berbagai objek nyata melalui percobaan dengan menggunakan frekuensi relatif. Hal-hal penting yang akan dipelajari siswa terkait materi ini adalah tentang percoban, kejadian, ruang sampel, titik sampel dan frekuensi relatif. Soal-soal pada materi peluang ini seringkali menyulitkan bagi siswa karena untuk dapat menyelesaikannya, para siswa harus memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik. Dengan demikian, seorang guru profesional seharusnya dapat mengantisipasi ini dengan menerapkan proses pembelajaran yang melatih kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Kebiasaan ku mengajar materi peluang tanpa melibatkan siswa dalam pembelajaran telah sangat kuketahui dampaknya. Siswa ku seringkali menemui kesulitan ketika membedakan antara mana ruang sampel dan titik sampel. Ketika siswa ku telah mampu membedakan keduanya pun, mereka masih akan dihadapkan pada kesulitan menentukan nilai dari titik sampel dan ruang sampel tersebut. Padahal kedua hal tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat menentukan peluang dari sebuah kejadian. Belum lagi pada saat aku memberikan contoh tentang frekuensi relatif. Contoh yang kuberikan pada siswa ku seringkali tak bermakna sehingga tak memberikan dampak terhadap pemahaman mereka pada konsep peluang dari kejadian. Padahal dengan memahami bahwa frekuensi relatif dari kejadian yang diuji coba kan akan mendekati makna peluang jika percobaan dilakukan sebanyak mungkin, siswa ku akan lebih memahami konsep peluang dan rumus untuk mencari peluang. Karena contoh yang diberikan seringkali tak bermakna, maka aku menjadi tak sabar dan cenderung ingin segera memberikan rumus secara informatif tanpa terlalu mempedulikan apakah siswa ku paham benar tentang rumus yang kuberikan. Pada saat itu, aku terpancing untuk ingin segera memberikan soal untuk dipecahkan oleh siswa ku melalui rumus yang telah kuberikan. Akibat lain yang kurasakan terjadi pada siswa ku adalah mereka menjadi tak memiliki kreatifitas ketika memecahkan persoalan berbeda dari materi peluang ini. Hal yang paling penting lainnya adalah bahwa kemampuan pemecahan masalah harus menjadi target pembelajaran disamping kemampuan memahami materi yang kuajarkan.

Dengan latar belakang pengalamanku ini seharusnya aku mencari sebuah cara yang cukup efektif untuk membuat pembelajaran ini menjadi bermakna dan dapat melatih kemampuan pemecahan masalah pada siswa. Cara efektif yang kumaksud tentu saja harus dapat menjadikan siswa tertarik dan terlibat dalam pembelajaran. Hal ini tak dapat dipungkiri karena sering terjadi siswa ku mengalami rasa putus asa ketika mempelajari materi ini. Untuk merealisasikan apa yang harus kulakukan, bisa saja aku masuk ke dalam kelas kemudian menyampaikan sebuah permasalahan menarik dengan judul masalah yang menarik pula. Sebagai contoh, ketika masuk kelas sebelum mengajarkan materi peluang, dapat saja aku menuliskan: BELAJAR MATEMATIKA AGAR TAK PERNAH (KALAH) MAIN JUDI di papan tulis. Aku membayangkan reaksi para siswaku ketika membaca tulisanku tersebut di papan tulis. Terlepas dari reaksi apapun, pada intinya aku memiliki peluang yang besar untuk dapat menarik perhatian siswaku dan akhirnya akan membuat siswaku bergairah karena apa yang kutulis merupakan peristiwa yang sangat dikenal oleh siswaku. Supaya tampak lebih menarik lagi, bisa saja aku memberikan pancingan dengan mengatakan: “Kalau kalian ingin tak kalah main judi, mari kita belajar matematika sekarang juga dengan saya. Nanti di akhir pembelajaran hari ini, kalian akan menjadi orang yang tahu bagaimana caranya menjadi orang yang tak akan pernah kalah main judi.”

Selanjutnya, aku akan menyampaikan secara informatif tentang apa yang dimaksud dengan judi buntut atau togel yang mungkin sering didengar oleh para siswaku tapi tentu saja mudah-mudahan belum pernah mereka alami. Aku akan memberikan contoh bahwa seorang penjudi yang ingin bermain judi togel yang harus menebak angka yang akan keluar pada saat diundi. Angka buntut yang akan dipasang oleh seorang penjudi aku misalkan adalah tiga angka. Kemudian, aku memisalkan bahwa tebakan tiga angka yang dibeli si pemain judi seharga Rp 5.000,-. Bila tebakannya cocok dengan hasil undian, maka hadiah yang akan diperoleh seratus kali lipat dari uang yang dikeluarkannya atau senilai Rp 500.000,-. Dari contoh yang kuberikan ini, aku telah membayangkan bagaimana reaksi siswaku. Untuk lebih membuat penasaran dan lebih membuat para siswaku tertarik pada materi yang akan kuajarkan, aku akan mengajak siswaku untuk berhitung tentang apa yang akan diperoleh si pemain judi jika dia memasang 10 kupon undian dengan tebakan angka yang sama yang kebetulan memenangkan undian. Maka siswaku akan bergairah karena mereka akan tahu bahwa dengan bermodal uang Rp 50.000,- si pemain judi akan memperoleh uang sebesar Rp 5.000.000,-. Siswaku kuajak pula untuk membayangkan bagaimana jika ada 100 kupon undian dan seterusnya.

Setelah aku semakin yakin bahwa siswaku mulai bergairah dan tertarik pada materi yang kuajarkan yang berarti aku telah mampu memotivasi mereka untuk belajar, aku akan melakukan apersepsi.Ketika aku telah berhasil memotivasi para siswaku, maka aku akan mulai memberikan materi inti dengan cara terlebih dahulu memberikan persoalan sederhana yang kuyakini dapat dipecahkan siswa tanpa bantuan langsung dariku. Akan tetapi, meskipun tak ada bantuan langsung, aku seharusnya yakin bahwa persoalan-persoalan sederhana yang aku ajukan baik untuk dipecahkan secara individu maupun kelompok dapat mengantarkan siswaku pada konsep peluang itu sendiri.

Seharusnya aku bertanya pada siswaku dengan pertanyaan: “dapatkah kalian membuat susunan tiga angka dari angka 1 dan 2”? Dengan pertanyaan ini aku berkeyakinan bahwa siswaku dapat menyusun angka-angka tersebut tanpa menggunakan aturan apapun. Mereka hanya dituntut untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan susunan tiga angka. Jika mereka belum paham, maka aku akan memberikan pertanyaan lebih mudah seperti: “angka puluhan itumerupakan susunan berapa angka? Angka ratusan itu merupakan susunan berapa angka?” Hal ini penting aku lakukan untuk memelihara suasana pemecahan masalah tetap terjadi di dalam proses pembelajaran. Aku seharusnya menahan diri untuk segera memberi tahu ketika aku meyakini bahwa persoalan yang kusampaikan dapat dipecahkan oleh para siswaku. Setelah siswaku paham tentang apa yang dimaksud susunan tiga angka, mereka pasti dapat menjawab tentang susunan tiga angka dari angka 1 dan 2 meskipun dengan acak atau tak berpola seperti: 111, 222, 112, 221, 121, 122, 212, dan211. Karena jawaban siswaku masih tak berpola, aku akan menangkap keraguan dari para siswaku tentang apakah telah seluruh susunan tiga angka yang dimaksud telah disebutkan atau masih ada yang tertinggal. Untuk menjawab keraguan itu, aku akan menganjurkan siswaku menyusunnya dalam pola berupa pohon angka. Dengan pohon angka ini, para siswaku akan mengetahui dengan pasti bahwa seluruh angka yang diminta pada soal yang diberikan telah disebutkan. Akhirnya siswaku dapat menyimpulkan dengan tegas bahwa dari 2 buah angka berbeda, jumlah susunan 3 angka yang dapat diperoleh sebanyak 8.

Dengan memahami pertanyaan pertama beserta cara menyelesaikan menggunakan pola yang benar, maka aku dapat memberikan pertanyaan ke dua dan ke tiga sekaligus tanpa khawatir para siswaku mengeluh. Aku akan bertanya: “Dapatkah kalian membuat susunan tiga angka dari angka 1, 2, dan 3? Bagaimana pula jika angka yang tersedia terdiri dari angka 1, 2, 3 dan 4? Dua pertanyaan ini dapat dengan mudah diperoleh jawabannya oleh siswa. Bahkan, mungkin saja ada siswa kreatif yang dapat menjawab secara cepat pertanyaannku karena di dalam pola pohon angka ini siswa dapat dengan mudah menebak jumlah angka seluruhnya meskipun baru menyelesaikan sebagian susunan tiga angka yang diminta. Jawaban mereka terhadap dua pertanyaanku ini adalah:

Dari 3 buah angka berbeda, jumlah susunan 3 angka yang dapat diperoleh sebanyak 27.

Dari 4 buah angka berbeda, jumlah susunan 3 angka yang dapat diperoleh sebanyak 64.

Setelah seluruh siswa menjawab 3 pertanyaan yang kuberikan di atas, aku meminta mereka menyimpulkan tentang jawaban yang dapat mereka berikan ketika aku menuliskan permasalahan:
Dari 8 buah angka berbeda, jumlah susunan 3 angka yang dapat diperoleh sebanyak….
Permasalahan di atas kuminta untuk dijawab oleh siswaku tanpa menggunakan lagi pohon angka. Aku meminta mereka menjawab dengan sebuah rumus berdasarkan temuan mereka ketika menjawab tiga permasalahan yang kuajukan. Aku akan membiarkan siswaku mengamati hubungan antara angka 2, 3 dan 8 terkait dengan hubungan antara angka 3, 3 dan 27 serta 4, 3 dan 64. Aku berkeyakinan bahwa para siswaku akan berfikir dan berusaha memecahkan persoalan yang kuberikan. Suasana kelasku akan begitu bergairah karena seluruh siswa terlibat dalam pembelajaran. Pada akhirnya siswaku akan tahu bahwa dari n buah angka berbeda, jumlah susunan 3 yang dapat diperoleh adalah sebanyak n3. Dengan demikian siswaku akan dapat menjawab pertanyaan dari 8 buah angka berbeda, jumlah susunan 3 angka yang dapat diperoleh sebanyak =512.

Pemahaman siswa tentang menentukan banyaknya susunan tiga angka di atas akan dapat dijadikan alat untuk mereka menentukan ruang sampel dari kejadian pengundian permainan judi togel. Pada kondisi ini, seharusnya aku memanfaatkan keperluan siswa dalam memecahkan masalah utama yang disampaikan yakni “agar tak pernah (kalah) main judi”. Aku akan bertanya pada siswaku apa yang dimaksud sebagai tak kalah. Jika siswaku tak mampu menjawabnya, aku akan berikan contoh sederhana dari pelemparan sebuah mata uang. Kemudian aku harus bertanya bagaiamana cara agar tebakan yang diambil pasti tepat ketika mengundi mata uang tersebut. Aku berharap agar siswaku menebak; “kalau tidak angka ya gambar”. Setelah itu aku akan memakai contoh lain seperti pelemparan sebuah dadu. Aku akan bertanya bagaimana caranya agar tebakanku tepat ketika pelemparan dadu dilakukan. Aku berharap agar siswaku menebak: “Antara mata 1, 2, 3, 4, 5, atau 6.” Jika siswaku dapat memahami ini, maka aku akan bertanya: “Berapa prosen kemungkinan jawaban tepat jika anda hanya memilih Gambar pada pelemparan mata uang?” Jika siswaku mampu menjawab bahwa kemungkinannya adalah 50%, aku harus bertanya: “darimana anda memperoleh jawaban seperti itu?” Akan tetapi jika siswaku tak mampu menjawab, aku akan bertanya: “Berapa prosen jawaban yang pasti tepat itu (ketika memutuskan memilih "Angka atau Gambar")?” Jika jawaban siswaku benar bahwa jawaban pasti itu adalah sama dengan nilai kemungkinan 100%, aku akan kembali bertanya tentang darimana mereka memperoleh jawaban seperti itu. Seluruh proses tanya jawab yang aku hantarkan dalam pembelajaran bertujuan agar para siswaku paham bahwa kemungkinan itu adalah peluang dari suatu kejadian dan untuk memperoleh nilai peluang didapat dengan cara membagi kejadian yang diminta atau dicari oleh seluruh kejadian yang mungkin terjadi atau membagi titik sampel oleh ruang sampel.

Setelah siswaku memahami tentang makna ruang sampel dan titik sampel, maka aku akan mengembalikan pembelajaran pada persoalan yang ingin ditemukan oleh siswaku. Aku akan mengajukan pertanyaan: “Berapakah susunan tiga angka yang harus ditebak oleh si penjudi jika dia tak ingin kalah atau tebakannya tepat?” Para siswa akan kuarahkan untuk memikirkan terlebih dahulu tentang ruang sampel yang ada pada susunan tiga angka. Karena siswaku telah tahu bahwa untuk n buah angka berbeda akan terdapat n3 buah susunan tiga angka, mereka akan kuarahkan untuk mengetahui jumlah angkan berbeda yang dimaksud. Tentu saja para siswa akan dengan mudah mengetahui bahwa jumlah angka berbeda tersebut adalah 0 sampai 9 yang berarti ada 10 angka berbeda. Dengan demikian, para siswaku akan tahu bahwa susunan tiga angka yang mungkin ada sebanyak 103 = 1000 buah susunan tiga angka. Lantas aku akan bertanya tentang berapa jumlah uang yang dikeluarkan si penjudi agar tebakannya pasti tepat dan berapa uang yang diterima si penjudi. Ketika tahu bahwa uang yang harus dikeluarkan si penjudi sebesar Rp 5.000.000,- sementara uang yang diterima hanya Rp 500.000,-, para siswa akan protes bahwa ternyata si penjudi “tidak menang” judi tapi malah merugi.

Menanggapi protes dari siswa, tentu saja aku akan merasa senang. Aku akan sampaikan bahwa judul masalah yang kuberikan di awal pembelajaran bukan tentang bagaimana “agar menang main judi”. Aku ingatkan siswaku bahwa judul tersebut tentang bagaimana cara “agar tak pernah (kalah) main judi”. Kesempatan berharga ini juga akan aku manfaatkan untuk memberikan pemahaman tentang betapa meruginya seorang yang gemar berjudi. Aku akan mengatakan bahwa si penjudi biasanya tak akan merasa kalah meskipun tak menang. Penyakit dari seorang penjudi adalah merasa ketagihan oleh kepuasan semu berupa ketepatan menebak, meskipun uang yang telah dikeluarkannya sangat banyak. Hal inilah yang menyebabkan seorang penjudi merasa “tak kalah” main judi meskipun dia “hampir pasti” harus mengeluarkan uang yang jauh lebih besar dari apa yang diterima. Kata-kata “hampir pasti” yang aku sampaikan kemudian aku pertanyakan kepada siswaku untuk dipahami maksudnya. Siswaku akan kuarahkan untuk memahami bahwa ketika seseorang memutuskan untuk main judi, maka “hampir pasti” uang yang dikeluarkannya tak pernah kembali apalagi memperoleh nilai yang lebih besar. Mereka kuarahkan dengan cara menentukan peluang kejadian dari menebak sebuah angka dari 1000 buah angka yang mungkin. Kesimpulan para siswaku tentu saja akan membuat mereka mengerti karena peluang untuk dapat menebak dengan tepat itu hanya 0,1%. Hal ini berarti bahwa 99.9 % si penjudi gagal menebak dengan tepat. Artinya, si penjudi hanya memberikan uang dengan cuma-cuma kepada seorang bandar judi ketika dia memutuskan untuk ikut berjudi.

Dengan kesimpulan yang diperoleh oleh seluruh siswaku, maka aku akan mengganti judul materi pembelajaran yang telah kusampaikan di awal. Aku akan menghilangkan kata kalah yang ada dalam kurung pada kalimat: “Belajar Matematika Agar Tak Pernah (Kalah) Main Judi”, sehingga kalimatnya menjadi “BELAJAR MATEMATIKA AGAR TAK PERNAH MAIN JUDI”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun