Lingkungan budaya merupakan keadaan sistem nilai budaya, adat istiadat, dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi kehidupan seseorang. Budaya itu dipengaruhi oleh perilaku dan keseharian. Kesadaran untuk melestarikan dan menjaga keaslian budaya lokal masih dipandang sebelah mata untuk masa kini. Generasi muda tampak mengesampingkan budaya lokal tersebut. Padahal potensi lokal Indonesia begitu kaya karena iklim industri kreatif tanah air selalu maju.
Minim kepedulian kaum muda untuk mengakui jati diri dengan menggunakan pakaian adat daerah, hasil kerajinan dalam negeri dan produk buatan Indonesia sebagai kekayaan bumi pertiwi masih sulit muncul ke publik karena mereka lebih bangga dengan produk branded luar negeri. Kondisi demikian justru membuat Indonesia pernah mengalami sengketa dengan beberapa negara tetangga atas nama kebudayaan.
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Polemik pengakuan produk budaya yang diakui negara lain telah mempertaruhkan arti nasionalisme bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan batik merupakan ikon budaya bangsa yang memiliki keunikan dan filosofi yang mendalam. Batik Indonesia menempati level tingkat atas dibandingkan produk-produk negara lain yang mengusung pola mirip batik.
Perlu ditekankan, jika batik bukan sekedar karya seni atau produk budaya. Batik mampu mereseprentasi deskripsi, watak, dan karakter seniman atau entitas suatu masyarakat. Keunikan dan keanekaragaman dari segi motif, estetika, cara, dan proses pembuatan terkesan menyatu hingga menghasilkan kekayaan seni yang tak ternilai harganya. Melalui sentuhan-sentuhan tangan nan terampil dan kreatif yang didukung dengan cita rasa seni (artistik) serta tingkat kesabaran tinggi, maka batik Indonesia menjelma menjadi karya bermutu tinggi.
Jika Kompasianer menengok sejarah dahulu, para raja yang akan naik tahta harus mengenakan batik yang pembuatannya harus dilakukan dengan semedi atau bertapa. Bisa dibayangkan, bahwa proses pembuatan batik harus memenuhi unsur ritual. Proses tersebut seolah terlihat rumit dan membutuhkan waktu pengerjaan yang lama.
Namun, masa lalu dibalik sejarah dan apa yang akan dihadapi saat ini harus menjadi tantangan yang mampu diatasi oleh kita semua. Harus kita sadari bahwa batik itu memiliki motif yang harus dilestarikan. Ada kedalaman makna atau kekuatan filosofi dari setiap motif batik. Untuk membatik, para perajin membutuhkan ketekunan dan ketelitian yang mumpuni karena mengerjakan proses membatik ibarat sedang meditasi.
Lalu, sudahkah Kompasianer tahu realita dibalik pesona batik yang menarik?. Apakah Kompasianer hanya sekedar membeli batik dan kemudian menggunakannya ketika dibutuhkan?!. Pernahkah terlintas dalam benak Kompasianer tentang makna apa yang tersembunyi dibalik motif batik yang dikenakan?!?.
Semua itu terjawab saat penulis mendapat kesempatan hadir dalam Forum Kafe BCA VI dengan tema “Khasanah Batik Pesona Budaya” bertempat di Menara BCA Lantai 22, Jl. MH. Thamrin No. 1, Jakarta. Acara yang diadakan pada hari Selasa, tanggal 23 Mei 2017 lalu berlangsung dengan nuansa kental budaya yang unik.