Sudah hampir tiga bulan aku di rumah saja. Aku sudah rindu berat untuk keliling Jakarta naik transportasi umum, seperti MRT, CommuterLine, dan TransJakarta. Mau kemana pun ada rasa khawatir dalam dada. Kangen dengan hiruk pikuk kota Jakarta dengan segala kesibukannya.
Di masa pandemi ini, aku sulit untuk bertegur sapa dengan teman-teman di dunia nyata. Apalagi nongkrong bareng mereka. Silaturahmi setiap hari di masa pandemi hanya dilakukan secara virtual. Beberapa proyek pekerjaanku terpaksa ditunda.Â
Biasanya, jelang lebaran aku menyempatkan diri untuk berburu oleh-oleh supaya bisa dibawa saat mudik. Namun, tradisi mudik hanya bisa dilakukan dengan mudik online. Ada untungnya juga karena anggaran buat beli buah tangan dan ongkos kendaraan bisa ditabung untuk memberangkatkan orangtua ke tanah suci saat kondisi sudah kondusif.
Mudik saat lebaran identik dengan pergerakan jutaan orang. Biasanya dari perkotaan menuju pedesaan untuk berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Saat ini, pergi mudik sama saja menjadikan diri kita mangsa empuk virus Covid-19. Soalnya virus Corona bisa berpindah melalui pergerakan orang yang terinfeksi.
Mudik pun menjadi aktivitas yang berisiko tinggi dan mengancam nyawa karena ada jutaan orang yang bisa jalan bersamaan ke berbagai wilayah Indonesia. Diantara penumpang yang berada satu bus dengan kita, atau satu gerbong kereta dengan kita, atau satu pesawat dengan kita, bisa saja membawa virus Covid-19. Apa kita mau jika virus tersebut ikut mudik ke kampung halaman?
Kalau kalian masih bersikeras mudik, coba deh bayangkan jika orang-orang tersayang kalian di kampung halaman yang terkena Corona. Terutama, bagi kalian yang punya orangtua sudah lansia. Tentu mereka lebih rentan terhadap paparan virus Corona.
Menurut WHO, angka kematian terbanyak pada penderita Covid-19 yaitu mereka yang berusia 80 tahun ke atas. Hal ini dikarenakan sistem imun sebagai pelindung tubuhnya tak dapat bekerja dengan maksimal seperti kita yang masih muda. Belum lagi penyakit kronis yang lansia derita bisa meningkatkan risiko dua kali lipat terinfeksi virus Corona.
Rasanya sedih. Tapi, aku lebih sedih saat melihat kelakuan warga lain yang masih seenaknya bepergian. Masih banyak mereka yang nekat mau mudik dengan menghalalkan segala cara. Mulai dari oknum agen perjalanan yang mengangkut penumpang melalui jalur tikus sampai rombongan penumpang yang bersembunyi di dalam bagasi.
Belum lagi tabiat mereka yang berkeliaran tanpa masker. Mungkin mereka percaya diri karena belum terkontaminasi virus didalam dirinya. Tapi, mereka tak pernah sadar bahwa masker itu berfungsi sebagai pelindung diri dan juga orang lain yang berinteraksi dengannya.
Tanpa disadari, kalian semua itu yang masih takabur bisa  menghalangi Corona enggan pergi dari Indonesia. Kalian juga sudah membuat paramedis lelah sehingga sudah bersikap terserah melihat situasi yang tak pasti. Kalian pun turut menyakiti mereka yang kehilangan pekerjaan karena wabah Corona ini.
Bisa nggak? Kita kerja sama sekali ini saja.
Jangan mudik dulu untuk sementara waktu! Bisa kan??
Pandemi belum selesai. Disiplin di rumah menjadi keputusan terbaik. Jangan sampai karena kita lalai dengan aturan yang diterapkan membuat pandemi tak kunjung usai. Mudik bisa ditunda, tapi keselamatan menjadi prioritas utama. Ini menjadi cara paling bijak untuk menyayangi keluarga kita.
Yuk, jangan berkerumun di jalan dan tetap lakukan physical distancing. #JanganMudikDulu akan menjadi ikhtiar bangsa Indonesia demi memutus mata rantai penularan wabah Corona. Kita semua pasti bisa melewatinya jika dilakukan secara bersama. Berikut aku persembahkan puisi "Untuk Keluargaku di Kampung Halaman"
Untuk Keluargaku di Kampung Halaman
Hati ini terasa pedih
Rindu terkenang kampung halaman
Wajah keluarga hampiri kenangan
Meminta pulang pada hari kemenangan
Aku lama menunggu waktu itu
Bertemu untuk lepas rindu
Semua hanya mimpi belaka
Sampai suara takbir menggema
Air mata tak terbendung lagi
Hanya sisa damai yang menyayat hati
Sambut hari bahagia di depan nanti
Rindu pertemuan tanpa ilusi
Hasrat sulit untuk jadi nyata
Keluarga di sana mohon ampun dosa
Meski tak dapat hari raya bersama
Silaturahmi tetap terjaga
Walau jauh di mata, kita kan lekat di hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H