Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Perjuangan Wanita Autistik yang Unik dalam "Please Stand By"

26 Mei 2018   07:07 Diperbarui: 26 Mei 2018   07:23 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan dalam Film Please Stand By (rottentomatoes.com)

"Jangan takut untuk taklukkan keterbatasanmu!"

Wendy (Dakota Fanning), seorang wanita muda berusia 21 tahun sekaligus penderita autis yang sangat menyukai Star Trek berani memulai perjalanan epik seorang diri demi menggapai mimpi. Ia ingin sekali mengikuti kompetisi menulis tentang kelanjutan cerita yang disukainya tersebut. Meski perjalanannya memiliki potensi bahaya yang mengancam jiwa.

Wendy tinggal bersama Scottie (Toni Collette), psikolog sekaligus ibu yang mengasuhnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan di rumah khusus untuk Autistics, San Fransisco. Scottie memang begitu ketat mengawasi perkembangan jiwa Wendy. Rutinitas Wendy memang tak biasa karena Ia sulit melakukan kontak mata atau fisik dengan orang lain.

Tetapi, Wendy cukup mandiri untuk bekerja di toko Cinnabon. Rekan kerja yang bernama Nemo (Tony Revolori) merupakan teman yang bersimpati terhadap Wendy. Ia rela meminjamkan mixtape yang berisi kaset seputar kisah komik untuk menambah pengetahuan Wendy tentang Star Trek secara mendalam.

Waktu luang Wendy juga digunakan untuk menulis skrip yang spesifik antara 400-500 halaman. Dengan judul The Many and The Little, skrip itu ditulis untuk kompetisi cerita kelanjutan film Star Trek agar bisa tayang dalam industri Hollywood di hari ulang tahun ke-50 Paramount Studios.

Di hari terakhir batas pengumpulan skenario kompetisi, Ia harus menyerahkan manuskrip karyanya ke meja panitia. Kegagalan pertama mulai menghampirinya karena kantor pos tempat Ia mengirimkan naskah libur di hari itu.  Dengan tekad impulsif, Ia memutuskan untuk melakukan perjalanan darat dari Bay Area ke Los Angeles seorang diri menggunakan transportasi umum. Dalam perjalanan itu, Ia menemukan banyak kejadian yang menghambat perjalanannya. Tragedi demi tragedi nyaris merenggut harta benda dan nyawanya.

Dengan membawa ransel, Wendy mulai petualangan penuh tantangan. Sebelum berangkat, Pete (anjing kesayangannya yang berjenis Chihuahua) terus mengikuti langkahnya. Pete ingin ikut pemiliknya yang punya ambisi untuk mengejar mimpi. Namun, keikutsertaan Pete justru membawa malapetaka karena di dalam bus Wendy tertangkap basah mengajak binatang peliharaan yang dilarang naik transportasi umum.

Wendy dan Pete terlantar di jalan Kota Middleton. Seperti film-film perjalanan lain, Wendy bertemu dengan beberapa karakter yang mudah diingat sepanjang jalan perjuangan. Ada karakter protagonis dan antagonis yang Ia temui.

Penduduk desa yang sudah pensiun, Marla Gibbs muncul sebagai wanita baik hati yang mendampingi Wendy naik transportasi umum lain setelah menyelamatkannya dari kasir toko yang tidak baik. Pertemuan mereka tidak begitu lama karena transportasi yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan.

Wendy sempat dibawa ke rumah sakit dan pihak rumah sakit langsung menghubungi keluarga untuk menjenguknya. Namun, Wendy tak peduli karena waktu yang Ia punya untuk mewujudkan mimpi tinggal sedikit lagi. Ia tergesa-gesa kabur dari rumah sakit hingga kumpulan kertas skrip yang terus dibawanya berserakan begitu saja.

Scottie dan kakak perempuan Wendy, Audrey (Alice Eve) terus berupaya mencari Wendy yang pergi tanpa izin. Scottie begitu cemas terhadap keberadaan Wendy yang kabur. Audrey juga khawatir karena Wendy tak ada kabar. Selama ini, Audrey terlalu meremehkan kemampuan adiknya. Audrey sadar jika Ia telah menanggang Wendy dalam keluarga padahal selain anak dan suaminya, Ia hanya punya Wendy untuk menemani dalam kehidupan sehari-hari.

Polisi pun mulai berperan dalam pencarian Wendy yang hilang. Patton Oswalt yang sedang bertugas di jalan melihat Wendy dalam keramaian kota. Dengan teknik bicara Klingon, Ia dapat berkomunikasi dengan Wendy secara lancar. Polisi tersebut langsung menghubungi keluarga Wendy agar mereka bertemu.

Akhirnya, alur membawa penonton pada penyelesaian yang menarik. Tak perlu happy ending. Wendy berhasil mengirimkan skrip yang telah ditulis tepat pada waktunya. Namun, Wendy lebih banyak mendapat pembelajaran dari proses perjalanan yang telah Ia lakukan seorang diri dibanding hasil apa yang didapat dari kompetisi tersebut. Begitulah perjuangannya melampaui keterbatasannya.

Salah satu adegan dalam Film Please Stand By (rottentomatoes.com)
Salah satu adegan dalam Film Please Stand By (rottentomatoes.com)
Cerita film ini tergolong fiksi tapi mampu membentuk karakter Wendy secara otentik. Keseriusan penulis naskah, Michael Golamco menjadikan Wendy sebagai fangirl dari Star Trek begitu mumpuni sehingga karakteristik autisme juga terbentuk. Hanya agak klise karena tak ada koleksi yang menjelaskan kalau memang Wendy pencinta Star Trek.

Logisme karakter juga tergoyahkan saat Wendy melintasi jalan utama dan selalu melihat rambu-rambu di jalan. Entah penulis mau membawa karakter ini ke arah mana karena adegan justru memberi kesan membingungkan. Meski demikian, petualangan Wendy dalam mengantarkan naskah kompetisi tepat waktu cukup menarik.

Pemeranan Dakota Fanning sebagai Wendy juga memukau. Ia bisa membawa penonton ikut bertualang dengan air mata dan tawa. Sebagai Wendy, Ia keluar dari zona nyamannya untuk menghadapi ketakutan sebagai sosok wanita muda yang unik.

Akting Toni Collette juga mengesankan. Namun, hubungan dengan putranya, Sam (River Alexander) tak mampu diperkenalkan lebih tajam. Terlihat ada ketidakbahagiaan diantara keduanya, tapi tak ada adegan yang mampu menjelaskan lebih lanjut kenapa gesekan antara ibu dan anak itu bisa terjadi. Meski sempat terucap dialog bahwa Scootie memang seorang single parent, tapi korelasi dengan anaknya tak mampu dijelaskan lebih lengkap sehingga penonton merasa digantung.

Film Please Stand By telah tayang di bioskop Indonesia sejak tanggal 1 Mei 2018. Disutradarai oleh Ben Lewin film ini hanya berputar pada cerita yang datar. Sutradara masih tampak tidak konsisten sehingga kredibilitas konsep penggarapan tidak menampilkan grafik yang menguras emosi penonton sampai babak akhir malah semakin menyusut. Lewin kurang fokus mengungkap hal-hal spesifik dari perjalanan.

Petualangan yang dialami Wendy bagai dongeng yang penuh rasa optimisme. Setiap bahaya yang dihadapi akan selalu disertai dengan adegan dari orang-orang asing yang baru dikenal dan tampak berhati malaikat. Disinilah sutradara tak mampu memainkan konflik. Kehadiran orang-orang baik membuat cerita film ini terlihat mengada-ada karena bantuan itu bisa diduga oleh penonton kapan saja.

Rumah produksi Magnolia Pictures juga tak mampu mengemas film sesuai dengan genre yang telah ditetapkan. Dilabeli dengan genre film komedi, tapi adegan tak mampu mengocok perut para penonton. Penulis justru berani menertawakan kontur adegan yang mengada-ada terutama saat Wendy dan anjing kesayangannya masuk ke dalam bagasi bus karena Ia sudah tidak punya uang sama sekali untuk melanjutkan perjalanan. Bisakah makhluk hidup bernafas didalam sebuah bagasi bus yang tertutup rapat selama perjalanan?.

Lebih lanjut, film fiktif yang tayang selama 93 menit ini memiliki persuasi mendalam. Ada perjuangan batin yang konstan dipertahankan Wendy dalam setiap gerakan. Mulai dari saat Ia merajut hingga menghitung langkah demi langkah dalam perjalanannya secara cemas. Representasi karakter autisme sepertinya diberlakukan sesuai riset. Penggambaran autisme menyediakan karakter saat sensorik mereka tidak bisa bekerja dan ada juga yang justru terlihat berlebihan.

Pendekatan autistik dalam film mendeskripsikan tokohnya mampu menghadapi tantangan dunia dan ada cara tersendiri yang memengaruhi mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Perjalanan Wendy mendeskripsikan bahwa orang yang autis mampu hidup mandiri dan prasaja di manapun. Mereka punya kecerdasan yang bisa membawa pada resonansi emosi jiwa mereka sendiri. Ada nuansa dalam film yang menjelaskan kondisi dengan pas untuk memberi wawasan tentang bagaimana dan mengapa Autistik bersikap seperti itu.

CGV University
CGV University
Please Stand By mampu menambatkan hati penulis saat menonton bersama KOMIK (Kompasianer Movie Entush(i)ast Klub) di CGV Central Park yang punya nuansa baru. Konsep yang ditawarkan bioskop ini lebih instagramable dan area diperluas sehingga membuat leluasa para pengunjung. 

Di CGV ini juga terdapat CGV University diperuntukkan untuk pelatihan para karyawan baru yang bergabung dalam manajemen perusahaan bioskop terbesar di Indonesia. Selamat menikmati suasana baru dan happy watching, Kompasianer*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun