Sebagai penghasil produk kerajinan, pelaku usaha harus mampu memberikan sentuhan untuk memperkuat ciri khas sehingga mampu bersaing dengan produk-produk masal lainnya.
Prospek usaha kerajinan terbuka lebar, apalagi saat ini makin banyak masyarakat yang menghargai produk-produk kreatif. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pelaku usaha yang terjun dalam bisnis kreatif ini. Pertama, harus dapat menekankan keunikan dan kreativitas yang mengacu pada kearifan lokal atau local wisdom serta terus memperkuat inovasi agar produk yang dihasilkan memiliki keistimewaan.
Kedua, bisnis kerajinan juga harus melakukan pendekatan yang lebih modern. Misalnya dengan menggabungkan antara bahan-bahan alami dengan bahan yang lebih modern sehingga produk akan lebih bernilai tinggi.
Setelah menghasilkan produk yang kreatif, pelaku usaha juga harus mengatur manajemen yang baik. Sebab, berbisnis tidak hanya soal menjual tetapi juga manajemen yang mumpuni. Pelaku usaha harus memiliki basis pengetahuan yang kuat dengan pendekatan kekinian. Sistem produksi harus memiliki standar operasional serta sistem yang bagus, kalau tidak usahanya sulit untuk berkembang.
Terkait dengan proses pemasaran produk-produk kerajinan, cara yang paling efektif yaitu menampilkan melalui berbagai pameran, baik lokal maupun internasional. Pameran dipandang sebagai sarana pemasaran paling optimal. Sebab melalui pameran, pelaku usaha akan mendapat banyak pembeli potensial.
Begitu juga yang dialami oleh brand Leloq. Local brand ini baru saja muncul atas gagasan tim Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) 2017 sebagai program kerja dari Deputi 1 Riset Edukasi dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf) Republik Indonesia. Mereka berhasil memamerkan produk-produknya di 3 pameran sekaligus pada akhir tahun 2017. Mulai dari Atambua Culture Fashion Festival, Chiang Mai Design Week 2017, dan terakhir pada BekRaf Festival 2017 di Bandung. Bahkan di awal tahun ini, produk mereka akan hadir pada Indonesia Pavillion di Chami Bar, Promenade 83, 7270 Davos Platz, Switzerland tanggal 23-26 Januari 2018.
Inspirasi didapat oleh tim IKKON Belu selama melakukan perjalanan 4 bulan ke daerah tersebut. Setelah berkolaborasi dengan pengrajin lokal, mereka mulai mem-branding sebuah usaha kreatif yang disebut Leloq. Dalam bahasa Belu, Leloq berarti panggilan atau pujian dari pria ke wanita.
Sebagai langkah awal, Leloq hanya memproduksi tas, pakaian, live in kit, topi, postcard book, dan perlengkapan yang bisa digunakan sehari-hari dengan bahan dasar bambu. Saat ini, permintaan yang tinggi jatuh kepada produk tas sehingga produksi lebih diarahkan untuk mengolah daun pandan, lontar atau kain tenun yang dapat dipadukan dengan bahan-bahan hand woven (anyaman tangan) maupun leather.
Dengan bahan dasar alami, perawatan tas dari Leloq ini memerlukan sedikit perlakuan khusus. Tas bisa lebih awet selama dicuci dengan cara manual tanpa mesin cuci. Kompetitor yang bermain dengan bahan dasar alam pun masih terbatas. Maka dari itu peluang besar Leloquntuk menguasai pasar terbuka dengan lebar.
Sebagai new local brand, Leloq pun tak ragu bersaing. Selain menghasilkan produk, brand ini terbukti mendukung konsep wisata minat khusus dengan slogan 'Surga di Perbatasan'. Maka, produk-produk yang dihasilkan juga mampu menjadi souvenir bagi wisatawan yang berkunjung ke Belu. Bahkan, beberapa produk sengaja dipersiapkan untuk menunjang wisatawan selama liburan di Belu.