Mohon tunggu...
Achmad Hidir
Achmad Hidir Mohon Tunggu... -

Pengagum para filsuf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita atau Perempuan?

8 Mei 2017   07:09 Diperbarui: 8 Mei 2017   09:08 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nyatalah bahwa keinginan untuk merubah hidup dari dorongan budaya kapitalisme yang marak sekarang ini bagi sebagian perempuan kita, telah menjebak mereka pada situasi yang kurang menguntungkan. Mereka karena kualitas SDMnya yang rendah menjadi mudah tertipu, tereksploitasi,  dan menjadi obyek traffickingdari sindikat perdagangan perempuan. Anehnya calo dan pencari mangsa serta mucikari untuk penjualan perempuan ini, seringkali pula berjenis kelamin perempuan juga.

Selain itu, acapkali perempuan karena dianggap kodratnya sebagai  “pelayan“, kini menjadi ladang sumber pendapatan baru bagi sebagian masyarakat. Iklan penyediaan dan penyaluran pembantu rumah tangga, baby sitter,dan layanan pijat antar-jemput yang berkedok yayasan yang  menggunakan jasa perempuan kini marak di berbagai media massa. Selain itu perempuan karena dianggap memiliki keluguannya, seringkali pula dijadikan sarana untuk distribusi pengedaran barang-barang terlarang seperti narkoba.

Sisi penting keterlibatan ekonomi kaum perempuan sebenarnya sudah lama diakui, namun tidak terangkat kepermukaan. Bahkan sejak krisis moneter dan banyaknya PHK, telah menyebabkan kaum perempuan masuk ke dunia kerja menggantikan peran laki-laki (suami) mereka yang terkena PHK. Lebih ironis banyak dari mereka yang terjun menjadi PSK sebagai pilihan terakhir karena akses mereka sangat kecil terhadap dunia yang didesain terlalu memihak laki-laki. Pada hal potensi kaum perempuan tidaklah lemah, mereka kuat. Bahkan cukup kuat, di Bali kaum perempuan banyak yang bekerja sebagai kuli bangunan, pengaspal jalan. Bahkan menurut penelitian perempuan desa jam kerjanya rata-rata 11 jam perhari lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang hanya mencapai 8 jam perhari (Julia Suryakusuma, 1981).

Menurut Qomari Anwar mantan Rektor Uhamka Jakarta, pernah mengatakan dalam suatu acara di sebuah stasiun TV swasta bahwa aktivitas kaum perempuan desa dalam bekerja di rumah tangga, rata-rata menghabiskan enerji setara dengan berjalan kaki sepanjang 17 Km perhari. Pada hal mereka hanya berjalan berputar-putar di sekitar rumahnya saja.

Sekarang, Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak-hak dan penghapusan diskriminasi perempuan. Namun kenyataan masih belum menunjukkan keseriusan masyarakat dan pemerintah.  Perlindungan pada buruh perempuan (termasuk pembantu rumah tangga) dan hak-hak perempuan masih belum terealisasi dengan baik. Namun satu hal, satu langkah awal yang  baik 18 Februari 2003 lalu merupakan hari bersejarah bagi perempuan Indonesia, setelah bertahun-tahun memperjuangkan keterwakilan mereka dalam politik akhirnya membuahkan hasil berupa dicantumkannya di dalam politik Indonesia secara khusus perempuan sekurang-kurangnya 30 % bagi keterwakilan perempuan di dalam nominasi anggota DPR, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota. Satu bukti bahwa kaum perempuan sudah mulai mampu mendobrak dominasi laki-laki.

Harus diakui keberhasilan kaum perempuan di satu sisi memberikan banyak perubahan pada kehidupan perempuan, namun di sisi lain eksploitasi atas diri mereka tampaknya belum juga akan berhenti. Maka akhirnya ada sinyalemen yang mengatakan bahwa; gerakan emansipasi perempuan, seringkali yang jadi korban justru perempuan juga. Buktikan bahwa itu tidak benar !.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun