"goblok", "tolol", "bego". Terdengar kasar? Itulah kata-kata yang sudah sangat familiar terdengar, bahkan keluar dari mulut anak-anak kecil yang baru bisa mencontoh dari apa yang dilihatnya, belum bisa mencerna dan memikirkan dampak yang ditimbulkan dari apa yang baru saja dilihatnya.
Lantas, apa saja sebabnya? Sangat banyak dan sangat kompleks jika kita bahas pada tulisan kali ini, yang mana itu akan keluar dari topik inti tulisan ini yang akan mengupas sedikit tentang solusi yang bisa diambil oleh lingkungan sekitar. Mari kita mulai.
Anak muda ituuu..
Diajak bukan dibentak
Salah satu penyebab para pemuda di usia remaja hingga dewasa kehilangan rasa tanggung jawab adalah, dibentak. Mengapa? Â Ketika kecil, dengan rasa polos dan tak bersalah kita sering menumpahkan sesuatu ke lantai, lalu bagaimana dengan reflek orang tua kita? Memarahinya? Membentaknya?
Respon itu yang kemudian tertanam dalam diri kita, yang mana setelah kita berbuat salah, hukum alamnya adalah terkena omelan. Secara tidak langsung, naluri anak akan membawa pada solusi untuk "kabur dari omelan", bukan menghadirkan rasa tanggungjawab.
Berbeda jika setelah tumpahan tersebut jatuh ke lantai, kemudian respon seketika dari orang tua adalah mengajaknya untuk membersihkan, naluri yang tertanam adalah bentuk tanggung jawab. Memang tidak mudah, terlebih setalah seharian penuh  lelah mengurus rumah tangga. Dan tidak mungkin dilakukan hanya sekali, harus terjadi pengulangan dengan respon yang sama untuk dapat menginternalisasikan dalam diri.
Hal itu juga dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, yang mana sudah sedikit terlihat peran pemuda untuk gotong royong di tengah masyarakat. Mengajaknya dan tidak membentaknya dalam proses gotong royong masyarakat akan membangun kesinambungan antara generasi tua dengan generasi pemuda, sekaligus regenerasi untuk memepersiapkan masa bakti para orang tua di lingkungan rukun warga.
Dicontohin bukan sekedar diajarin
Apakah kita pernah menasihati ketika anak salah, namun ia tetap mengulanginya? Merasa bosan menasehatinya karena tidak pernah berubah? Apa yang harus dilakukan?
Bagi ummat muslim, shalat merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap muslim. Bagi seorang ayah, ia mempunyai kewajiban untuk mengajarkan anaknya shalat dan menghimbaunya untuk konsisten dalam menjalankannya.
Ada sebuah ilustrasi, pada waktu adzan Ashar, sang ayah baru selesai menyeduh kopinya kemudian mengambil gadget dan duduk di teras rumah sambil scroll sosmed dan menyeruput kopi. Sang ayah melihat anaknya sedang bermain Mobile Legend sambil dengan mulut penuh umpatan. Dengan gagah dan kewibawaan seorang ayah, ia memerintahkan anaknya untuk segera bergegas ke masjid untuk shalat ashar. Rasa kekhawatiran akan HPnya yang disita jika tidak shalat menjadi landasan anak itu berangkat ke masjid, bukan dikarenakan rasa tanggung jawab ataupun niat tulus karena  Allah.
Setibanya anak itu di masjid, sang ayah masih duduk santai di terasnya sambil menyeruput kopi dan berselancar di sosial media. Dari sini, sang anak melihat kelakuan ayahnya dan tanpa sadar terinternalisasi dalam diri anak tersebut, yang kemudian membentuk nilai yang tidak jauh beda dari ayahnya di masa mendatang. Terlebih jika si anak sudah tau bagaimana caranya membangkang dari perintah orang tuanya, akan membawa dampak yang sangat buruk bagi dirinya.