Mohon tunggu...
Achmad FerdinanSaputra
Achmad FerdinanSaputra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Bojonegoro - Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Financial

UMKM Sektor Paling Terdampak Pandemi

18 Januari 2022   10:37 Diperbarui: 18 Januari 2022   10:57 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Halo sobat kompasiana, kali ini saya akan membahas konten keuangan khususnya adalah perpajakan UMKM. Mulai dari bagaimana perkembangan aturannya sampai kebijakan apa yang diambil oleh pemerintah kala pandemi untuk membuat sektor UMKM tetap hidup. 

Seperti yang kita ketahui bahwa, UMKM merupakan salah satu sektor yang paling menggerakkan perekonomian di Indonesia. Implikasinya adalah ketika terjadi pandemi maka sektor yang paling terkena imbasnya yaitu sektor UMKM.

Definisi UMKM secara umum adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah dengan kategori penghasilan yang relatif kecil dari usahanya. Dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia khususnya pajak mengatur bahwa definisi UMKM adalah semua usaha yang memiliki klasifikasi pernghasilan bruto atau omset yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun sebagaimana diatur dalam PP No. 23 Tahun 2018. 

Lebih jauh pemerintah juga menerbitkan aturan hukum yang berlaku sebagai kepastian hukum yang mengatur definisi UMKM menjadi berdasarkan kekayaan bersih/modal usaha dan hasil penjualan tahunan sebagai berikut:

Kekayaan Bersih/Modal Usaha:

- Mikro: Maksimal Rp 1 miliar

- Kecil: > Rp 1 miliar - Rp 5 miliar

- Menengah: > Rp 5 miliar - Rp 10 miliar

Hasil Penjualan Tahunan

- Mikro: Maksimal Rp 2 miliar

- Kecil: > Rp 2 miliar - Rp 15 miliar

- Menengah: > Rp 15 miliar - Rp 50 miliar

Sebagaimana dimaksud dalam PP No. 7 Tahun 2021. Hal ini menunjukkan perbedaan definisi UMKM dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia, namun apakah hal tersebut saling bertentangan? tentu saja tidak, karena definisi UMKM diatur dalam 2 (dua) aturan hukum yang berbeda peruntukkannya, sehingga apabila dalam hal pemenuhan kewajiban pembayaran pajak maka definisi UMKM menurut PP No. 23 Tahun 2018 akan lebih tepat, sebagaimana asas hukum yang berlaku "lex specialis derogat legi lex generalli".

Pada awalnya perpajakan UMKM diatur dalam PP No. 46 Tahun 2013 yang telah diganti dengan PP No. 23 Tahun 2018 dengan perubahan pengenaan tarif pajak dari dasar pengenaan pajak (DPP) dari 1% menjadi 0,5%. Artinya dengan adanya aturan baru tersebut diharapkan dapat memberikan efek positif dalam penerimaan negara. Sebagai contoh:

PT A memiliki Penghasilan Bruto 2019:

- Bulan Januari sebesar Rp 100.000.000

- Bulan Februari sebesar Rp 95.000.000

- Bulan Maret sebesar Rp Rp 110.000.000

- Bulan April sebesar Rp 75.000.000

Maka, kewajiban pembayaran pajak oleh PT A sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

- Bulan Januari sebesar Rp (100.000.000 x 0,5%) = Rp 500.000

- Bulan Februari sebesar Rp (95.000.000 x 0,5%) = Rp 475.000

- Bulan Maret sebesar Rp (110.000.000 x 0,5%) = Rp 550.000

- Bulan April sebesar Rp (75.000.000 x 0,5%) = Rp 375.000

Itulah ilustrasi perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar UMKM sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2018 yang mengedepankan asas kemudahan. Namun, semua berubah ketika pandemi covid-19 mulai marak di Indonesia sekitar awal bulan Maret 2020 yang megakibatkan kepanikan bagi masyarakat terutama pada sektor UMKM yang implikasinya adalah jatuhnya UMKM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun