Pernyataan Budayawan Betawi Ridwan Saidi kembali menimbulkan polemik. Setelah statemennya yang kontroversial disebuah kanal youtube bahwa Sriwijaya adalah kerajaan fiktif, kini hal yang serupa terulang kembali.
Kegusaran masyarakat Sunda, terutama warga Ciamis, Jawa Barat memang cukup beralasan. Kebesaran Kerajaan Sunda Galuh yang bermakna permata ataupun makna lain yang baik telah ternodai oleh kelancungan seorang tua yang bahkan dinilai tak mempunyai kompetensi mengulas sejarah yang berpuluh tahun telah disakralkan kebenarannya.
Meminjam idiom Betawi, Ridwan Saidi yang akrab dipanggil Babeh, dengan asal ngejeplak mengartikan kata Galuh yang menurutnya adalah kosakata Armenia yang bermakna brutal.
Setelah digeruduk Wong Kito sebagai pewaris sejarah kemasyhuran Sriwijaya ,kini Babeh Ridwan kembali digeruduk oleh Urang Sunda yang tercederai argumentasinya yang liar.
Dari mulai kaum akademisi, pejabat daerah, pemerhati sejarah bahkan orang awam pun ikut menggugat dan tak sedikit yang menghujatnya.
Dan reaksi yang terjadi adalah satu hal yang wajar dalam menyikapi satu telaah historis yang berbeda dari apa yang telah diyakini kebenarannya selama ini secara naratif dan tekstual.
Babeh Ridwan atau siapapun bebas menyuarakan pendapatnya sebagai kebebasan berpikir manusia yang merdeka. Tapi disisi lain ada kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pendapatnya. Apalagi di ranah keilmuan yang pastinya akan menjadi rujukan orang banyak.
Maka apa yang dikatakan Babeh Ridwan bahwa apa yang dilakukannya semata hanya untuk merekonstruksi sejarah hanya akan menjadi olok-olok dan jauh panggang dari api.
Meski miris, tapi terselip sebentuk kekaguman pada sosoknya yang telah uzur dimakan zaman. Sosok berdedikasi yang telah mencurahkan segenap ilmu dan pikirnya untuk kemajuan bangsa dan negara.
Ibarat Lone Ranger, tokoh heroik dunia wild west Amerika, Ridwan Saidi berjalan tertatih-tatih di kancah dunia keilmuan yang dinamis. Tanpa Tonto. Tanpa teman, karena Intelektual dan Pemikir sebayanya banyak yang telah tiada. Sesekali tersaruk dan tersandung.
Who was that old man?