SESUDAH Belanda takluk dan meninggalkan wilayah Hindia Belanda di bawah kekuasaan Inggris pada tahun 1811, Sultan Hamengkubuwana II kembali menduduki tahta Kesultanan Yogyakarta. Sementara itu, Sultan Hamengkubuwana III kembali menjadi putra mahkota serta membuat perdamaian dengan ayahnya pada tanggal 5 November 1811.
Namun, kedatangan Inggris ditentang oleh keraton-keraton di Jawa (Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta) yang mengadakan perjanjian rahasia untuk melawan Inggris. Ketegangan yang memuncak membuat John Crawfurd (Residen Inggris di Yogyakarta) mengontak putra mahkota melalui perantaraan Pangeran Diponegoro.
Pihak Inggris bermaksud mengangkat putra mahkota kembali menjadi sultan karena memiliki sikap lebih ramah dan penurut dibandingkan ayahnya yang kaku. Di lain pihak, Sultan Hamengkubuwana II bermaksud membujuk Inggris untuk mengganti kedudukan putra mahkota kepada Mangkudinigrat.
Putra mahkota sendiri dikisahkan dalam Babad Bedhahing Ngayogyakarta atau Babad Ngengreng karya Bendara Pangeran Harya Panular dan tinjauan Residen Valck tidak berniat merebut kekuasaan meskipun keselamatan dirinya terancam oleh ayahnya. Itulah sebabnya dirinya masih berada di keraton pada saat Inggris menyerang.
***
Pada tanggal 13 Juni 1812, 1000 anggota pasukan Inggris (setengahnya Sepoy) memasuki Benteng Vrederburg secara diam-diam di malam hari. Raffles tiba di Yogyakarta pada tanggal 17 Juni 1812. Keesokan harinya pada pukul 5 pagi, keluarga Pangeran Natakusuma mengungsi ke benteng, Sementara pengikutnya memakai kain putih di lengan kiri sebagai tanda pengenal bagi Inggris. Pada hari itu, pasukan penyergap yang dipimpin Raden Harya Sindureja berhasil menyergap pasukan kavaleri Inggris dan menjadi satu-satunya kesuksesan pasukan keraton dalam menghadapi Inggris.
Pada hari yang sama, Raffles mengultimatum Sultan Hamengkubuwana II untuk menyerahkan kedudukan kepada putra mahkota yang selanjutnya ditolak oleh sultan. Pada tanggal 19 Juni 1812, pasukan Inggris mulai membombardir keraton sebagai peringatan, tetapi Sultan Hamengkubuwana II mengabaikannya.
Karena olah Inggris itu, meriam Kiai Nagarunting meledak ketika ditembakkan. Akibat yang ditimbulkan yakni beberapa pengawaknya (anggota brigade Setabel, pasukan artileri keraton) mengalami luka bakar. Gudang amunisi yang dijaga anggota brigade Bugis juga dilaporkan meledak terkena peluru meriam Inggris. Dalam pertempuran antara Inggris dan Kesultanan Yogyakarta pada tanggal 20 Juni 1812 itu dimenangkan oleh Inggris.