Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gonjang-ganjing Perang Pajang

9 Juli 2019   16:09 Diperbarui: 9 Juli 2019   16:25 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 MEMBICARAKAN tentang Kesultanan Pajang tidak dapat dilepaskan dengan nama Mas Karebet. Seorang anak yatim piatu yang diasuh Nyi Ageng Tingkir, sesudah kedua orang tuanya -- Ki Ageng Pengging dan Nyi Ageng Pengging -- meninggal. Karena tinggal di desa Tingkir, Mas Karebet dikenal dengan Jaka Tingkir.

Sesudah menginjak dewasa, Jaka Tingkir yang pernah berguru pada Ki Ageng Sela itu mengabdi pada Kesultanan Demak. Dalam pengabdian pertamanya, Jaka Tingkir diusir dari Kesultanan Demak sesudah membunuh Dadungawuk. Namun berkat petunjuk dari Ki Buyut Banyubiru, Jaka Tingkir berhasil mengabdi kembali pada Sultan Trenggana sesudah berhasil membunuh Kebo Danu.

Atas jasanya pada Sultan Trenggana, Jaka Tingkir tidak hanya diangkat sebagai adipati di Pajang bergelar Adipati Hadiwijaya, namun pula dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka. Sesudah Sultan Trenggana dan Sunan Prawata meninggal, kekuasaan Adipati Hadiwijaya mulai terlepas dari bayang-bayang Kesultanan Demak.

Meninggalnya Sunan Prawata dan Pangeran Pangeran Hadiri yang menyebabkan Ratu Kalinyamat bertapa di Gunung Danaraja membangkitkan rasa keprihatinan Adipati Hadiwijaya. Karenanya Adipati Hadiwijaya berhasrat untuk meringankan beban penderitaan Ratu Kalinyamat dengan membinasakan Adipati Arya Penangsang dari Jipang.

Sesudah berhasil membunuh Arya Penangsang melalui Pamanahan beserta Penjawi, Juru Mrentani, dan Raden Bagus; Adipati Hadiwijaya menobatkan diri sebagai sultan di Pajang. Dengan demikian, Kesultanan Pajang dibawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya sebagai raja resmi berdiri pada tahun 1549.

Sejak perang antara pasukan Pemanahan dengan pasukan Arya Penangsang di Bengawan Sore (Bengawan Solo), Kesultanan Pajang tidak luput dari kisah perang hingga masa keruntuhannya pada tahun 1587. Kisah perang yang terjadi semasa Kesultanan Pajang, antara lain: 1) Kisah perang antara Kesultanan Pajang dan Mataram semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya; 2) Kisah perang antara pasukan gabungan Mataram-Jipang dan Kesultanan Pajang semasa pemerintahan Arya Pangiri.

Pajang Versus Mataram

KARENA dapat memenangkan sayembara untuk memenggal kepala Arya penangsang, Penjawi mendapatkan tanah Pati. Sementara, Pemanahan mendapat tanah Mentaok atau Mataram. Karenanya, Pemanahan kelak dikenal dengan nama Ki Ageng Mataram. Sepeninggal Pemanahan, Raden Bagus (Danang Sutawijaya) menjadi penguasa Mataram di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Selama menjabat sebagai penguasa Mataram, Raden Bagus yang dikenal dikenal dengan Panembahan Senapati dihadapkan pada dua konflik yang memicu perang antara Mataram dengan Pajang.

Konflik pertama antara Raden Bagus dengan Sultan Hadiwijaya dikarenakan masalah pembuangan Tumenggung Mayang (adik ipar Raden Bagus) ke Semarang. Pembuangan tersebut dilakukan karena Tumenggung Mayang mendukung hubungan asmara antara Raden Pabelan dengan putri Sultan Hadiwijaya.

Berita tentang pembuangan Tumenggung Mayang tersebut terdengar oleh Raden Bagus. Karena istri Tumenggung Mayang masih adik kandung Raden Bagus, maka penguasa Mataram itu mengirim 40 mantri pajak untuk merebut Tumenggung Mayang dari pasukan Pajang.

Berangkatlah para mantri pajak. Sesudah melintasi Kedu, mereka menuju Jatijajar. Setiba di Jatijajar, mereka bertemu dengan pasukan Pajang. Terjadilah pertempuran sengit antara utusan Mataram dan Pajang. Dalam pertempuran itu, pasukan Mataram dapat menaklukkan pasukan Pajang hingga dapat merebut Tumenggung Mayang.

Konflik kedua yakni dipicu oleh kecurigaan Sultan Hadiwijaya atas Raden Bagus yang menampakkan gelagat akan membangkang dari Pajang. Kecurigaan semakin menjadi-jadi, sewaktu Sultan Hadiwijaya menerima laporan dari pasukan Pajang mengenai perebutan Tumenggung Mayang yang dilakukan oleh utusan Raden Bagus di Jatijajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun