Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Karna Tanding", Seni Kolaboratif DKC yang Sarat Ajaran Hidup

3 Mei 2018   03:47 Diperbarui: 3 Mei 2018   04:47 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: jaladika.blogspot.co.id

Berpijak pada konsep filosofis yin-yang, kehidupan disimbolkan dengan putaran lingkaran hitam-putih hingga tercipta warna kelabu. Karenanya kehidupan tidak bisa dilepaskan dengan dua warna yakni hitam yang melambangkan angkara murka  dan putih sang lambang kebajikan. Dua warna saling kait-mengait hingga memberikan dinamika kehidupan manusia di alam maya (alam kelabu). Suatu alam yang berada di antara alam pra kelahiran dan alam paska kehidupan (kematian).

Dalam jagad pakeliaran Jawa, dua sisi sifat pada kehidupan manusia tersebut dilukiskan melalui Kakawin Bharatayuddha karya Rsi Vyasa yang kemudian diadaptasi Mpu Sedah dan Mpu Panuluh -- dua pujangga Kadiri di era pemerintahan Mapanji Jayabhaya. Dalam karya tersebut disiratkan bahwa perang trah Bharata antara Korawa dan Pandawa bukan merupakan persoalan benar-salah atau menang-kalah, melainkan komunikasi dialogis antara hitam dan putih atau kebajikan dan angkara murka di dalam jiwa manusia.

Pelukisan persetubuhan dua sifat manusia pada Kakawin Bharatayuddha ditandaskan pada perang tanding antara Arjuna dan Karna. Arjuna sang putra Bhatara Indra dan Karna sang putra Bhatara Surya melambangkan air dan api. Dua materi yang memberikan suasana sejuk (ketenangan) dan panas (keberanian) bagi manusia. Karenanya bila sifat tenang tercerabut, keberanian yang tidak terkendali akan menimbulkan kehancuran. Sebaliknya bila sifat berani musnah, manusia akan menjadi pemalas atau mati sajroning urip.

Konsep filosofis di muka sebagai pijakan pertunjukan seni kolaboratif Karna Tanding oleh Dewan Kesenian Cilacap (DKC) di Dwijaloka pada Sabtu, 5 Mei 2018. Suatu pertunjukan yang memadukan seni pakeliran Jawa, teater, tari, dan musik dengan memertimbangkan unsur artistik, kreasi, dan eksplorasi. Pertunjukan ini pula memerankan seni sebagai media rekreatif, edukatif, dan kontemplatif filosifis bagi publik yang mulai cenderung berorientasi pada materi dan kapital,

Ditandaskan bahwa gelar seni kolaboratif Karna Tanding tidak akan bermakna jika tidak dipahami sebagai serat ginelar. Suatu karya sarat wewarah (ajaran) yang disampaikan tanpa menggurui. Pengertian lain, audience dapat menangkap makna di balik babaran kisah dari awal hinggal penghujung pertunjukan. Selamat mengapresiasi.

Sri Wintala Achmad

Penulis Naskah Karna Tanding & Sutradara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun