Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Petromak dan Kucing Hitam

28 April 2018   16:31 Diperbarui: 30 April 2018   16:23 2944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat terlelap, Baya membuka matanya yang telah mengantuk. Berang, ketika melihat petromaknya dijatuhi seekor kucing hitam yang tengah memburu tikus. Melihat petromaknya berantakan, Baya memburu kucing hitam. Menembak kepalanya dengan senapan ketupai. Di dapur dekat rak piring, kucing hitam itu berkelojotan. Tak bernapas lagi.

Dengan senapan ketupai di pinggang, Baya berlagak seperti pahlawan menang perang. Membawa bangkai kucing hitam ke sungai yang mengalir kecoklatan di belakang rumah. Melemparkan bangkai keparat itu ke sungai. Terbawa arus hingga lenyap dari pandangan matanya yang nanar.

Sepulang dari sungai, Baya menemui Menik yang tengah mengamati ceceran darah di lantai ubin dapur dekat rak piring. "Apa yang kamu lakukan di situ, Nik? Segeralah memasak. Aku mau makan yang banyak sesudah tidur siangku nanti."

"Kang, ini darah apa?"

"Si Hitam."

"Mengapa kamu membunuhnya?"

"Kucing itu yang menghancurkan petromak warisan ayahku. Petromak yang memertemukan kita. Cinta kita."

"Tapi, kamu lupa Kang. Karena si Hitam, rezeki kita mengalir seperti sungai di belakang rumah."

"Masa bodoh dengan rezeki."

"Masa bodoh dengan cinta?"

"Masa bodoh semuanya! Yang penting sekarang, kamu masak enak untukku. Aka mau tidur dulu untuk melupakan petromak dan si Hitam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun