PUISI merupakan bentuk pengekspresian dari seorang penyair atas pengalaman empirik puitiknya yang diolah melalui kekuatan imaji, intuisi, dan logika. Tentu saja, pengekspresian pengalaman empirik puitik tersebut niscaya memberikan pemerdekaan ruang interpretatif kepada apresian dalam waktu tidak terbatas. Dikarenakan diksi, majas, metafor, dan simbol dalam puisi tidak mengisyaratkan interpretasi tunggal (one interpretation); melainkan multi interpretasi (multi-interpretaion).
Berpijak dari pemikiran di muka, maka puisi dapat dijadikan indikasi mengenai peradaban manusia. Karenanya, puisi yang merefleksikan gejolak sosial, budaya, kehidupan personal, religiusitas, dll dimaknai sebagai kontribusi gagasan kreatif penyair kepada publik.
Puisi Ruang Publik
MUNCUL pendapat bahwa puisi perlu disosialisasikan secara outdoor di ruang apresiasi publik. Pengertian lain, puisi bukan sekadar disosialisasikan secara indoor melalui media massa, media sosial, atau dibaca di dalam gedung kesenian. Karenanya puisi layak dipublikasikan melalui videotron yang bisa dibaca publik saat menunggu datangnya lampu hijau di pertigaan, perempatan, atau perlimaan jalan raya. Dengan membaca puisi tersebut, publik dapat menangkap nilai-nilai kearifan yang tersirat di dalamnya.
Melihat peran pemublikasian puisi ruang publik melalui videotron (Videotronisasi Puisi Ruang Publik) sebagai penyelaras hubungan manusia dengan laju perkembangan digital, maka proyek tersebut layak disosialisasikan dan kemudian berupaya untuk direalisasikan. Sebagai langkah awal sosialisasi yang paling efektif seperti penciptaan dan pameran puisi di tempat-tempat umum yang strategis. Tetapi kerja sosialisasi tersebut tetap berprinsip memerindah lingkungan. Mengingat capaian target dari kerja sosialisasi tersebut bukan sekadar untuk mengembangkan puisi, melainkan sebagai upaya penyelamatan peradaban manusia. Â
Selanjutnya tahap realisasi proyek Videotronisasi Puisi Ruang Publik. Agar proyek tersebut bisa terwujud, perlu dukungan dari para penyair, sastrawan, seniman, budayawan, pemerintah, sponsor dan funding, serta masyarakat. Apabila proyek sudah  terwujud, kehidupan perpuisian di Indonesia akan semakin mengukuhkan eksistensi penyair sebagai pembangun peradaban manusia di tengah lingkungan sosial yang sedang sakit. Bukan sekadar memerkokoh penyair sebagai manusia setengah dewa di menara arogansi.
Berkat proyek Videotronisasi Puisi Ruang Publik, hendaklah para penyair tidak mudah termabuk-mabuk. Mengingat tujuan dari proyek tersebut sebagai pembuka katup komunikasi  kreatif antara para penyair dengan publik. Selain itu, hendaklah para penyair tidak mudah terjebak pada kepentingan elite politik dan industri. Mengingat sekali terjebak, para penyair akan terbelokkan visi dan misi humanioranya. Sehingga puisi yang diciptakan para penyair cendrung bersifat sloganis-politis atau sloganis-industrialis. Karenanya sebagai  kreator, para penyair harus tetap konsisten dengan suara hati nuraninya yang terdalam.
Sekadar Harapan
BILA proyek Videotronisasi Puisi Ruang Publik tersebut terwujud hendaklak diarahkan sebagai media kontrol terhadap arus mekanisasi humaniora. Sehingga di tengah zaman yang sakit, banyak manusia terbebas sebagai korban politik dan industri, sampah yang terbawa arus ke muara jahiliyah, atau buih yang terombang-ambing di pantai.
Terakhir ditandaskan bahwa gagasan di muka hendaklah diterjemahkan sebagai bentuk kepedulian dari salah seorang anak manusia yang hidup di tengah gebalau zaman. Hendaklah pula gagasan tersebut dijadikan sebagai inspirasi di dalam membentengi ancaman terhadap peradaban manusia yang rentan digerogoti virus politik dan industri. [Sri Wintala Achmad]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H