Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bag. 3: Suluk Sungsang Bawana Balik (Fiksi Sejarah Ranggawarsita)

7 Maret 2018   08:47 Diperbarui: 7 Maret 2018   09:21 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DETIK-DETIK yang merangkak melintasi titik-titik menit telah berubah menjadi jam. Jam-jam yang bergerak melintasi titik-titik hari telah berubah menjadi minggu. Minggu-minggu berubah menjadi bulan. Bulan-bulan berubah menjadi tahun. Hingga tidak terasa bagi Tumenggung Sastranegara, bila Bagus Burham cucunya itu telah genap berusia duabelas tahun.

Tumenggung Sastranegara merasa senang bila melihat perkembangan tubuh Bagus Burham yang sempurna. Kulit anak itu bersih kuning nemu giring. Wajahnya tampak bersinar. Kedua matanya berkilauan seperti bintang kembar. Gerakannya sangat lincah dan seolah tak mengenal lelah. Di mata sang tumenggung, Bagus Burham memiliki raga dan jiwa yang sangat sentosa. Memiliki otak yang cemerlang. Hinga ia selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Terkadang sesuatu itu bertentangan dengan ajaran-ajaran leluhurnya.

Berlainan dengan Sudiradimeja yang selalu membatasi gerak-gerik Bagus Burham, Tumenggung Sastranegara lebih memanjakan anak itu. Segala kemauannya dituruti. Sang tumenggung tak selalu memberikan apa yang diminta cucunya itu. Tidak hanya mainan, namun pula uang. Bahkan ia tak pernah marah, saat cucunya itu diconangi telah mencuri uang dari slepen-nya. Buat berjudi dadu dan bersabung jago bersama Tanujaya dari Kampung Yasadipuran hingga ke kampung-kampung di tlatah Kasunanan Surakarta.

Mendengar desas-desus tentang perilaku buruk Bagus Burham dari orang-orang Kampung Yasadipuran, Tumenggung Sastranegara hanya terdiam. Bahkan sang tumenggung hanya mengangap bahwa perilaku buruk cucunya itu sekadar bentuk kenakalan seorang bocah yang ingin tahu tentang segala hal. Ia pun tak pernah marah, sekalipun cucunya yang disertai Tanujaya saat berjudi dadu dan bersabung jago itu pulang dengan membawa kekalahan. Seluruh uang di saku baju dan celananya habis terkuras di arena perjudian.

"Ramanda Tumenggung...." Sudiradimeja yang tengah menghadap Tumenggung Sastranegara di ndalem jero pagi itu tampak menunjukkan rasa kekecewaannya. "Aku heran. Kenapa Ramanda selalu membiarkan perilaku buruk Burham? Bahkan Ramanda selalu memberikan uang pada Burham untuk berjudi dadu dan taruhan di arena sabung jago itu? Apakah Ramanda senang bila Burham kelak menjadi penjudi yang bila mengalami kekalahan selalu bermata buta untuk mencuri dan merampok harta dan benda orang lain?"

"Sabar! Sabar, anakku!"

"Tidak, Ramanda. Dalam hal ini, aku tak bisa sabar." Wajah Sudiradimeja berubah bagai piringan tembaga yang terbakar. "Terus terang, Ramanda. Bila Ramanda Tumenggung selalu membiarkan Burham untuk mengembangkan perilaku buruknya itu, lebih baik aku harus mengambil tindakan. Memasung Burham di dalam senthong."

"Apa? Memasung Burham?"

Tanpa melontarkan sepatah kata, Sudiradimeja yang bekerja sebagai carik di Kasunanan Surakarta itu meninggalkan ndalem jero. Setiba di halaman pendhapa, ia melangkahkan kakinya menuju gedhogan. Mengeluarkan kuda hitamnya. Seusai duduk di gigir kuda itu, ia melari-kencangkannya ke arah istana Kasunanan Surakarta. Berkerja pada Sri Susuhunan Pakubuwono sebagaimana hari-hari sebelumnya.

Selepas Sudiradimeja, Tumenggung Sastranegara meninggalkan ndalem jero. Menuju samping kiri dapur Ndalem Yasadipuran. Menghampiri Bagus Burham dan Tanujaya yang tengah memandikan jagonya. "Burham! Mulai hari ini, kau tak boleh bersabung jago, dan bermain dadu."

"Kenapa, Kek? Bukankah selama ini, Kakek tidak pernah melarangku untuk bersabung jago dan bermain dadu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun