Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguak Makna Petuah Lagu "Gundhul Pacul"

24 Februari 2018   21:59 Diperbarui: 24 Februari 2018   22:15 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di zaman dulu, malam purnama selalu membuat hati gembira, terutama bagi anak-anak desa. Ketika purnama mengambang di kaki langit timur, mereka yang seraya bermain itu menyanyikan lagu-lagu donalan bocah, seperti: Padhang Bulan, Jaranan, Pitik Walik, Lepetan, Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Menthok-Menthok, Yo Prakanca, atau Gundhul Pacul dengan suka-cita.

Kalau diperhatikan dengan seksama, lagu-lagu dolanan bocah tidak sekadar membuat senangnya hati ketika dinyanyikan, namun pula dapat memberikan petuah luhur ketika dikupas maknanya. Sekalipun sebagian dari anak-anak desa di zaman dulu tidak paham tentang makna yang tersirat di dalam lagu-lagu  yang mereka nyanyikan. Mengingat mereka tidak diberi tahu oleh kedua orang tua.

Gundhul Pacul dan Kupasan Maknanya

Syair lagu Gundhul Pacul: //Gundhul-gundhul pacul, cul. Gembelengan/Nyunggi-nyunggi wakul, kul. Gembelengan/Wakul glimpang segane dadi salatar/Wakul glimpang segane dadi salatar//.

Syair lagu Gundhul Pacul yang dikutip di muka merupakan salah satu produk budaya Jawa yang semakin lama semakin tidak terdengar gaungnya di era modern ini. Apalagi syair lagu itu dinyanyikan beramai-ramai oleh anak-anak desa ketika malam purnama. Fakta ini menjadi tanda bahwa mereka tidak lagi tertarik dengan produk budaya Jawa yang diwariskan oleh para leluhur.

Seperti syair-syair dalam lagu dolanan bocah lainnya, syair lagu Gundhul Pacul memiliki makna yang dalam kalau dikupas dengan seksama. Karena syair lagu Gundhul Pacul yang tidak diketahui siapa penciptanya itu mengandung petuah luhur, khususnya bagi anak-anak yang wajib memiliki rasa syukur kepada Tuhan ketika sedang mendapatkan anugerah.

Memang tidak bisa diingkari bahwa syair lagu Gundhul Pacul terkesan sederhana. Namun jika dikupas maknanya, syair lagu itu mengandung dua petuah luhur. Petuah pertama, agar anak-anak tidak memiliki sikap sombong, congkak, atau sapa sira sapa ingsun. Artinya, mereka harus memiliki sikap rendah hati kepada sesama, rasa syukur, dan ingat selalu kepada Tuhan. Sang Raja Semesta Raya yang selalu memberikan anugerah.

Petuah kedua, kalau anak-anak memiliki sikap rendah hati kepada sesama, rasa syukur, dan ingat selalu pada Tuhan; anugerah yang mereka terima niscaya memberikan manfaat yang besar. Tidak sebaliknya, anugerah itu gagal mereka nikmati karena serupa nasi sebakul yang tumpah di halaman.

Oleh sebab itu, syair lagu Gundhul Pacul dapat diposisikan sebagai guru ugahari yang memberikan petuah luhur kepada anak-anak. Petuah yang bisa digunakan sebagai bekal mereka di dalam meniti jalan kehidupan menuju batas usia. 

Sekadar Catatan

Berkaitan dengan petuah luhur yang tersirat di balik syair lagu-lagu dolanan bocah (khususnya, Gundhul Pacul), maka tidak ada salahnya kalau orang tua selalu memberikan pengertian kepada anak-anak perihal maknanya. Dengan cara demikian, mereka akan dapat memiliki rasa cinta dan kepedulian terhadap warisan leluhur. Selain itu, mereka bukan hanya piawai menyanyikan setiap syair lagu dolanan bocah, namun pula dapat mengamalkan petuah-petuah yang tersirat di dalamnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun