Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ranggawarsita dan Zaman Kalabendu

13 Februari 2018   12:12 Diperbarui: 13 Februari 2018   12:21 2574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://arenterpriseindonesia.blogspot.com

PADA masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana IV (Raden Mas Subadya) yang memerintah Kasunanan Surakarta pada tahun 1788-1820, lahirlah si jabang bayi Bagus Burhan di Kampung Yasadipuran pada hari Senin 15 Maret 1802. Ia yang merupakan putra dari Sudiradimeja (Ranggawarsita II) bin Tumenggung Sastranegara (Ranggawarsita I/Yasadipura II) dan Nyi Ageng Pajangswara binti Suradirja Gantang itu kelak bakal dikenal dengan Raden Ngabehi Ranggawarsita III. Sang pujangga pamungkas dari Surakarta.

Pada masa kecilnya, Bagus Burhan yang selama 4 tahun diasuh kakeknya Yasadipura II dan selama 8 tahun diasuh Tanujaya itu dikenal sebagai bocah bengal. Tidak heran, bila ia suka bersabung jago hingga menjual dua kuda untuk taruhan di arena sabung ayam. Namun konon sikap bengalnya itu berubah membaik seusai mengikuti nasihat Kiai Imam Besari (guru pondok pesantren Gebang Tinatar) untuk melakukan riyadah di Sungai Kedhung Watu. Bahkan seusai melakukan riyadah, ia diangkat sebagai badal Imam Besari.

Seusai mencerap ilmu dari Imam Besari, Bagus Burhan melakukan lelana brata untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari banyak guru. Melalui Panembahan Buminata, ia mendapatkan ilmu kanuragan, kadigdayan, dan jaya kawiyayan. Selain kepada Panembahan Buminata, ia pun berguru kepada Kiai Tunggul Wulung di Ngadiluwih (Kediri), Pangeran Wijil di Kadilangu (Demak), Ki Ajar Wirakanta di Ragajampi (Banyuwangi), dan Ki Ajar Sidalaku di Tabanan (Bali).

Melalui Ki Ajar Sidalaku, Bagus Burhan mendapatkan berbagai pengetahuan. Tidak hanya pengetahuan tentang ramalan dan kemukjizatan, namun pula tentang ilmu pengelihatan batin. Di samping itu, ia mendapatkan dari Ki Ajar Sidalaku berupa peringatan perjalanan dan naskah-naskah Jawa kuna yang tertulis di lontar. Naskah-naskah itu, antara lain: Serat Ramadewa, Serat Bimasuci, Serat Bharatayuda, Serat Darmasarana, dan Serat  Ajipamasa. 

Sekembali dari lelana brata, Bagus Burhan banyak bergaul dengan pegawai-pegawai Belanda, di antaranya: J.F.C. Gericke, C.F. Winter, dan Dr. Falmer Van Den Broug. Karena kedalaman pengetahuan Bagus Burhan yang diperoleh dari lelana brata itulah, ketiga pegawai Belanda itu menganggapnya sebagai guru. Bahkan dari kedalaman pengetahuannya itu, Bagus Burhan mendapatkan tawaran sebagai guru bahasa Jawa di Belanda dengan gaji f 1.000 dan hak pancen f 500 per bulan. Namun berkat kematangan pribadinya, ia menolak tawaran itu. Ia lebih memilih jalan hidup dengan mengabdi pada pemerintahan Surakarta.

Dalam perjalanan karirnya di lingkup pemerintahan Surakarta tidak semulus yang dibayangkan Bagus Burhan. Sebelum dinobatkan sebagai pujangga istana Surakarta oleh Sri Susuhunan Pakubuwana VII (Raden Mas Malikis Solikin) pada tahun 1845; Bagus Burhan telah melakukan pengabdian sebagai abdi dalem carik kepatihan dan mendapat gelar Mas, mantri carik di Kadipaten Anom dan mendapat gelar Mas Ngabehi Surataka, serta panewu carik di Kadipaten Anom hingga mendapatkan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita III.

Karya-Karya R.Ng. Ranggawarsita III

SEBAGAI pujangga Kasunanan Surakarta, R.Ng. Ranggawarsita III terbilang sebagai kreator produktif. Menurut catatan, selama hidupnya sang pujangga telah melahirkan kurang-lebih 60 judul buku yang meliputi dongeng, cerita, lakon wayang, babad silsilah, sastra, bahasa, kesusilaan, adat-istiadat, kebatinan, ilmu kasampurnan, filsaft, primbon, dan ramalan. Adapun karya-karyanya yang paling tersohor hingga gemanya masih dapat tertangkap sampai kini, antara lain:

  1. Suluk Jiwa. Karya ini meriwayatkan tentang Wisnu yang menyerupakan diri sebagai Sulaiman yang pergi ke Turki untuk mempelajari tasawuf di bawah bimbingan Syekh Usman an-Naji. Kisah ini merembet pada pembicaraan tentang penciptaan.
  2. Suluk Supanala. Karya ini menguraikan dzikir, pembagian kumpulan manusia, awam dan khawas, serta pencapaian manunggaling kawula-Gusti.
  3. Serat Pustaka Purwa. Serat ini memuat kisah-kisah para dewa dan lakon-lakon wayang dengan asas-asasnya menyerupai Mahabharata.
  4. Serat Kalatidha. Serat ini menggambarkan keadaan pada jaman gemblung.
  5. Serat Jaka Lodhang. Serat ini memuat ramalan-ramalan akan datangnya zaman keemasan Nusantara, yakni zaman kemerdekaan Indonesia.
  6. Serat Sabdatama. Serat ini memuat ramalam tentang zaman makmur serta tingkah laku manusia yang serakah.
  7. Serat Cemporet. Serat ini berupa cerita roman sejarah yang diungkapkan dengan bahasa sangat indah dan memikat.
  8. Serat Hidayat Jati. Serat ini memuat ulasan ilmu kasampurnan.
  9. Serat Pamoring Kawula Gusti. Serat ini membabar perihal dzikir dan permenungan pada Allah dengan penuh rindu, serta pembagian derajad dan martabat manusia, antara lain: jasad, akal, jiwa, ruh, sir, nur, dan urip.
  10. Serat Paramayoga. Serat ini membahas tentang risalah yang menyesuaikan antara legenda dewa-dewa dalam hindunisme dengan nabi-nabi dalam Islam. Risalah ini pula membahas tentang martabat tujuh dan diakhiri dengan isme jabbariyah.
  11. Serat Sabdajati.  Serat ini memuat tentang ramalan zaman hingga sang pujangga memohon diri untuk memenuhi panggilan Tuhan. Serat ini diyakini oleh sebagian pengkaji sejarah sebagai karya sang pujangga terakhir.

Jaman Kalabendu

SELAIN Serat Kalatidha, R.Ng. Ranggawarsita III pula menggubah Serat Kalabendu. Serat yang belakangan ini menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan masyarakat kejawen itu tidak hanya memuat perihal prediksi akan runtuhnya masa orde baru era pemerintahan Soeharto (1997) melalui gerakan reformasi yang dikobarkan kaum mahasiswa di seluruh Indonesia, namun pula perihal akan datangnya masa kejayaan di bumi Nusantara.

Secara simbolik Serat Kalabendu menyebutkan bahwa tanda-tanda zaman keemasan nusantara akan mulai tampak sejak terjadinya kisah Pandhita (7) Ambuka (9) Wiwaraning (9) Naraka (1), surya sengkala yang menunjuk pada tahun 1977. Dari peristiwa krisis ekonomi (1997) semasa tahun pertama pemerintahan Soeharto pada periode ke tujuh (1997-2002) hingga berlanjut pada peristiwa reformasi (1998) kiranya memberikan gambaran bahwa meletusnya gerakan reformasi tersebut merupakan tanda-tanda akan datangnya masa kejayaan nusantara. Tentu saja di dalam proses menuju titik kejayaan itu, nusantara akan diwarnai tiga ciri utama dalam jaman kalabendu, yakni:

  1. Jago tarung neng kurungan. Sabda sang pujangga yang bermakna harfiah 'ayam jantan bertarung di dalam kurungan' tersebut menyiratkan pengertian, bahwa jaman Kalabendu akan diwarnai dengan pertikaian sesama tokoh di dalam kelompoknya sendiri.
  2. Dhalang ngungkurke kelir. Sabda sang pujangga yang bermakna harfiah 'dalang membelakangi layar' tersebut menunjukkan bahwa jaman kalabendu akan senantiasa diwarnai oleh ulah banyak provokator siluman yang membikin keonaran-keonaran di berbagai wilayah di Indonesia.
  3. Sing nonton padha nangis. Sabda sang pujangga yang bermakna harfiah 'yang menyaksikan semuanya menangis' tersebut melukiskan, bahwa banyak rakyat tak berdosa yang dilanda berbagai musibah seperti bencana alam dan musibah politis tersebut akan hidup dalam penderitaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun