preman kampus"? Sedikit banyak pasti yang terpikir adalah mahasiswa yang suka onar dan tukang kritik kepada lembaga di kampus. Bukankah begitu, kawan? Bilang saja iya, saya tahu pikiranmu. Tapi sah-sah saja, semua orang bebas berpendapat sekehendak pikirannya, siapa pula yang melarang, toh kita hidup di zaman penuh demokrasi, bukan?
Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata "Menjadi tukang kritik di kampus kerap kali memang dicap mahasiswa "kurang ajar" yang gak punya etika dan sopan santun, sehingga kata preman kampus rada-rada cocok disematkan pada almamater mereka. Bahkan kadang-kadang yang melakukan kritik juga mengamini anggapan itu, bukan karena memang benar-benar preman, tapi memang karena anggapan umum yang seolah-olah mengucilkan kehadiran mereka. Maka di hati mereka kadang-kadang ada semacam kegelisahan bahwa yang mereka lakukan itu memang kurang ajar dan tak layak untuk dilakukan. Padahal, ya tidak juga.
Jika saya mengatakan diri saya nanti terkesan arogansi, maka saya gunakan contoh kawan-kawan saya di kampus yang kerap mendapat ketidakadilan ketika menanyakan sesuatu yang mengganjal. Misal ketika bertanya tentang iuran di grup WA, mereka minta transparansi, bukannya diberi penjelasan yang baik-baik, yang ada malah dijawab sekenanya lantas dikeluarkan dari grup, apakah ini bentuk ketidakadilan? Saya rasa anak ingusan bisa menjawab. Ini hanya beberapa contoh dari sekian banyak peristiwa.
Pernah juga beberapa kawan membahas sebuah iuran yang seharusnya tidak iuran. Ujung-ujungnya kawan-kawan yang membahas hal tersebut diancam dan terintimidasi oleh beberapa oknum dosen yang merasa terusik oleh "preman-preman" kampus ini. Sempat agak takut, diancam nilai lah, yang beasiswa lah. Tapi kebenaran tetap akan menang, saya percaya hal itu. Kita akan selalu ada, di mana pun, kapan pun, dan kita berlipat ganda. Tidak hari ini, besok. Tidak besok, esok lusa. Hingga pada suatu ketika, kebenaran itu terungkap, uang-uang beasiswa kawan-kawan kampus yang dulu pernah diambil kampus akhirnya dikembalikan lagi, karena terpantau oleh lembaga yang lebih tinggi daripada kampus. Mampus kau!
Dari sini kita bisa menengok pelan-pelan, siapa sebenarnya preman dalam kampus, siapa sejatinya yang melakukan tindakan premanisme dalam bangku perkuliahan. Sebagai mahasiswa yang mengaku orang paling berpendidikan tinggi, rasa-rasanya saya tidak perlu menjelaskan lagi. Ah ya, satu hal lagi. Anggapan yang lucu adalah ketika kita melakukan hal-hal semacam ini dikira membenci kampus dan dosen, sungguh naif sekali. Kalau memang membenci, pastinya saya tidak begitu menghormati mereka ketika di kelas, tidak antusias mendengarkan mata kuliahnya. Justru kita melakukan ini atas dasar kasih sayang, sama-sama ingin menuju kebaikan bersama sebagai mahasiswa yang memiliki tanggung jawab dan moralitas yang kelak akan terjun di khalayak masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H