Dipencundangi. Sedih rasanya ketika 3 orang pegawai resmi di Negara kita, ternyata hanya bernilai 7 orang Maling Ikan di mata diplomasi. Memalukan. Dikatakan diplomat kita bodoh, tidak mungkin. Sebab orang kita sekelas pedagang di pasar Tanah Abang saja, tidak pernah mau rugi dalam tawar menawar harga. Tapi mengapa malah dalam skop yang jauh lebih besar, 'Kartu' kita dimainkan dengan cara yang begitu lemah oleh orang-orang yang bergelar Diplomat itu.
Tidak sekali ini kita kalah. Kalau hanya maaf, tidak sekali ini kita meminta Malaysia untuk minta maaf. Barangkali, sudah saat nya orang-orang pitar di Negara kita ini memikirkan satu langkah sistematis yang memotong langkah dan niat negara seperti Malaysia, agar tidak lagi berani berbuat tidak hormat pada bangsa kita. Benar, untuk itu perlu di kaji mendalam, apa saja poin-poin yang akan menjadi pekerjaan besarnya buat bangsa kita.
Bicara masalah ketergantungan kita terhadap Malaysia, mungkin Masalah TKI dan Perkebunan Sawit lah, yang akan menjadi 'PR' terbesar bangsa kita. Ada yang memperkirakan jumlah TKI di Malaysia hampir 3 Juta orang dari 26 Juta penduduk Malaysia. Sementara untuk sawit, dengan mengusai 2 Juta hektar perkembunan sawit di negara kita, ternyata Malaysia telah mampu mendapat predikat produsen CPO nomor satu di dunia.
Sungguh ketergantungan yang sudah terlanjur besar. Dan sisanya lagi, ada banyak bendera Petronas yang mulai berkibar di banyak tempat di wilayah kita, ditambah lagi munculnya club-club mobil Proton buatan Malaysia, adalah cermin kecil, yang barang kali tidak langsung bersentuhan dengan kehidupan rakyat, meski benar lambat laun kerajaan-kerajaan bisnis itu akan segera menggurita di Indonesia.
Kita harus berbuat apa? Silahkan orang-orang berwenang di negara ini berfikir keras. Jangan mau mudahnya saja. Menaikkan Tarif Listrik, Menaikkan gaji pegawai, itu pekerjaan mudah. Tapi memaksimalkan Tanah Air ini untuk Kesejahteraan perlu konsep besar, seperti konsep transmigrasi pernah di cetuskan. Jangan bilang "Uang nya dari mana..?" Kalau semua harus dengan uang, Sudah punya Mongolia pulau Jawa dulu, sudah punya Sekutu lagi bangsa kita sejak November 1945 dulu.
Tidak perlu tergesa-gesa merumuskan langkah, sebab semua rakyat sudah memaklumi, kalau Pemerintah sekarang, tidak secerdas dan seberani Bung Karno, Bung Hatta, atau pun Pak Soeharto. Selangkah demi selangkah saja, yang penting benar, 5 tahun kedepan, Malaysia mulai berfikir untuk kembali mencium tangan pemimpin bangsa ini. Rakyat di belakang akan selalu mendorong untuk langkah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H