ADA pernyataan dahsyat tatkala Presiden SBY mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (Gres!) di Lapangan Silang Monas, Jakarta (17/11). SBY mengungkap ihwal terjadinya krisis ekonomi global di masa kini. Fakta itu memperlihatkan sistem kebijakan dan etika perekonomian sudah selayaknya diperbaiki dan dilengkapi. Apalagi, tatanan sistem perekonomian global telah mengalami tantangan serius di Negara maju. Ekonomi syariah bisa menjadi solusi untuk mencegah terjadinya krisis keuangan global ini.
Karena itu, sistem ekonomi syariah harus diperkuat di Indonesia mengingat saat ini perekonomian global mengalami gejolak, dan ekonomi syariah terbukti mampu bertahan. Dalam sistem syariah, tidak berjarak dari sistem riil sehingga terhindar dari aksi spekulan yang kerap menimbulkan gejolak pada sistem keuangan dunia. Sistem bagi hasil dalam ekonomi syariah juga memiliki akar yang serupa dengan budaya Indonesia pada masa lalu, misalnya sistem membagi empat dan dua hasil usaha.
Apanya yang dahsyat dari pernyataan SBY? Ya, SBY menyadarkan masyarakat bahwa problem global dunia ternyata tidak bisa diatasi dengan “konsep bumi”. Kandungan pernyataan SBY mencerminkan “kecerdasan langit” yang mengemuka sekaligus menjadi jawaban kualitatif yang tak terbantahkan kepada para penganut “teori-teori ekonomi kebumian”. Artinya, ada semburat informasi yang menggedor syaraf kesadaran warga dunia ihwal urgen dan signifikannya aktualisasi plus realisasi konsep “Islam Rahmatan Lil ‘alamiin” yang notabene mengandung atmosfer Tauhiidullah. Ini, tawaran pilihan solusi yang sangat menguntungkan.
Sungguh, syariah-Nya terbukti menjadi solusi tuntas dan kualitatif bagi semua problem “bumi”, termasuk soal perekonomian. Bertahannya ekonomi syariah di tengah “tsunami perbankan” dunia, menjadi fakta yang menohok “ekonom bumi” dan merontokkan kekukuhan argumentasinya. Ini juga selaras dengan hasil 36 studi yang dilakukan para pakar ekonomi dan keuangan Islam yang sepakat menyebutkan fundamental akar penyebab krisis keuangan dunia adalah adanya pelanggaran ketentuan Allah berkaitan dengan pengurusan keuangan, seperti terlibat riba dan perjudian dengan berbagai bentuknya (Republika, edisi 31 Oktober 2013).
Kenapa “konsep langit” jadi solusinya? Sebenarnya, sederhana saja. Argumentasinya begini, seandainya “bumi” ini ibaratnya mobil dan manusia adalah pengendaranya, maka mobil dapat dihidupkan mesinnya lalu mobil berjalan secara baik tatkala ditaati aturan atau prosedur yang sudah ditetapkan produsennya. Jika, aturannya dilanggar, pasti terjadi problem dan problem itu bisa diatasi hanya dengan berpedoman pada aturan dari produsen.
Begitu pula, bumi dan manusia penghuninya. Tak hanya problem ekonomi, tapi juga bidang lainnya, hanya bisa diatasi dengan aturan yang ditetapkan oleh-Nya. Kenapa? Karena, Allahlah yang menciptakan bumi, manusia, dan alam semesta beserta segala isinya. Allahlah Yang Maha Mengetahui dan Allah pulalah sesungguhnya yang memberikan problem, yang notabene tentu hanya bisa dicarikan solusinya dengan “sedekah” alias “selalu dekat kepada Allah”.
Dari perspektif inilah, sesungguhnya Gerakan Ekonomi Syariah (GRES!) bermakna suatu gerakan yang menggedor syaraf kesadaran manusia yang terlena pada “teori-teori ekonomi bumi”. Dengan tanda seru yang mengiringi GRES! itu sebagai perlambang agar masyarakat penghuni bumi-Nya ini terkejut, lalu bergegas bangkit untuk hidup sesuai syariah-Nya sehingga goal-nya tercapai yakni kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Karenanya, tinggalkanlah ranah perekonomian yang konvensional made in manusia sekaligus menimbulkan kontraversi nurani itu, lalu masukilah wilayah syariah-Nya dengan penuh kesadaran seraya menatap cerah jaminan sorga-Nya.
Stimulus tauhiid dan “bemesraan” dengan syariah
Premis dasar yang dahsyat dari SBY saat meluncurkan GRES! yakni Islam Rahmatan Lil ‘alamiin itu, sesungguhnya suatu stimulus paripurna pentingnya internalisasi “Tauhiidullah” yang ditawarkannya ke masyarakat dunia sehubungan terjadinya krisis yang berdampak multidimensi. Dari yang semula krisis ekonomi, kemudian berdampak pula pada bidang kehidupan lainnya seperti terjadi krisis pendidikan, sosial, politik, budaya, hankam, dan lainnya.
Seluruh krisis itu bisa diselesaikan tatkala berbagai koridor dunia diwarnai syariah-Nya, lantaran Islam terbukti menaburkan rahmat bagi alam semesta.
Islam sebagai ajaran agama yang komprehensif dan sempurna itu, jelas kini menjadi satu-satunya harapan solusi atas krisis global. Betapa tidak, sejumlah negara kini mengakui kedahsyatan “konsep langit” dalam menyikapi kompleksnya problem ekonomi dunia. Banyak pebisnis non-Muslim sekarang berhubungan dengan perbankan syariah, lantaran lebih menguntungkan dan lebih terjamin prospeknya. Mari kita tengok AS—yang selama ini dikenal sebagai negara adidaya dan “bos”nya kapitalis—ternyata mulai “bermesra-mesraan” dengan ekonomi syariah. Walau setengah rada “malu-malu kucing”, AS membuka diri bagi penerapan syariah di sejumlah perbankannya.
Sebagaimana dilansir REPUBLIKA.CO.ID dari Washington bahwa keuangan syariah menjadi kekuatan global signifikan selama beberapa dekade terakhir. Sejumlah produk keuangan syariah seperti tabungan dan investasi syariah bahkan menjadi lebih umum dan mulai dikenal di AS. Contohnya, pada Juni 2013, produk pinjaman Goldman Sachsprovided dari perusahaan investasi syariah Bank Arcapita tidak mengenakan bunga. Pada Juli 2013, sebuah asosiasi perdagangan berbasis di AS, Dewan Serikat Kredit Dunia menerbitkan panduan manual yang menjelaskan kepada calon pemodal bahwa prinsip syariah yang berasal dari Alquran dapat diterapkan pada sektor keuangan. Selain itu, Reksa Dana Amana yang berbasis di Bellingham, Washington telah menginvestasikan lebih dari 3 miliar dolar AS sesuai syariah.
Di Inggris, yang penduduknya hanya sekitar 2,7 juta jiwa, ternyata pemerintahannya berambisi menjadikan Inggris pusat keuangan syariah dunia Barat. Inggris meluncurkan satuan tugas keuangan syariah pada Maret 2013 untuk memperkuat bisnis syariahnya. London pun menjadi tuan rumah World Islamic Economic Forum (WIEF) pada Oktober 2013. Forum cukup bergengsi itu merupakan konfrensi pemodal syariah yang menarik lebih dari 8, 6 miliar dolar AS pada transaksi keuangan tahun 2012. Keterlibatan London menandai pertama kalinya acara tersebut diselenggarakan di luar Negara Muslim. Saat ini,ada 22 lembaga keuangan Inggris yang menawarkan produk syariah. Ada tiga bank di Inggris, salah satunya Bank of London and the Middle East, yang berencana mencatatkan sahamnya di Nasdaq Dubai. Langkah tersebut menjadi cara Inggris berpartisipasi dalam forum ekonomi syariah yang berkembang pesat di kawasan Teluk.
Luksemburg menjadi negara pertama di Eropa yang menjadi tuan rumah konfrensi keuangan syariah pada 1978. Reputasinya sebagai salah satu rezim pajak terbaik di Eropa membuat Luksemburg menjadi magnet bagi transaksi keuangan syariah. Menurut laporan Ernest dan Young, pada 2012 Luksemburg memiliki 41 dana syariah dengan empat miliar Euro pada aset yang dikelolanya. Ini adalah tujuan utama untuk listing sukuk di Eropa. Nuansa pertumbuhan perbankan syariah di AS, Inggris, Luksemburg, dan lainnya, tentu berbeda bila dibandingkan dengan yang di Indonesia.
Hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya perbincangan pro-kontra. Beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, KH Ma’ruf Amin mengemukakan, fatwa syariah Indonesia berbeda dengan di negara lain. Pendekatan fatwa ekononomi syariah Indonesia cukup moderat, namun tidak terlalu longgar seperti di Malaysia ataupun terlalu ketat seperti di Timur Tengah. Ekonomi syariah merupakan ekonomi yang memadukan Prinsip Ketuhanan dan rekayasa manusia. “Sebenarnya kita bukan membuat prinsip baru. Prinsip ini sudah ditanamkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, kita hanya mengembangkannya lewat ekonomi syariah," kata Ma'ruf.
Hangatnya rayuan GRES!
Kendati fenomena pergeseran pemikiran dan konsep perbankan dunia sudah ke arah syariah, namun GRES!—dalam konteks ikhtiar kemanusiaan —hanya akan sukses bilamana benar-benar hanya bersandar kepada Allah SWT. Lakukanlah rayuan dengan hangat sebagaimana hangatnya Allah melimpahkan “Islam sebagai Rahmatan Lil ‘alamiin”.
Mengapa? Karena, Allahlah yang Maha Membolak-balik hati hamba-Nya dari yang semula enggan atau tidak bergaya hidup (life style) “sedekah” (selalu dekat Allah) menjadi mau ber-“sedekah” alias hidup sesuai syariah-Nya. Jangan lupakan rayuan maut bernuansa tauhiidullah itu! Ini, sesuai dengan ikrar kita, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin,” “Hanya kepada Allahlah kita beribadah dan meminta pertolongan” serta “Allahusshomad”, “Allahlah tempat kita bergantung”.
Artinya, sosialisasi GRES! wajib berbasis Tauhiidullah. Atmosfer tauhiid-Nya harus mewarnai seluruh program GRES! Misalnya, saat berjemaah dan bersinergi mendorong pemahaman masyarakat ihwal ekonomi syariah atau ketika para tenaga pemasaran bank syariah bergerak akan bertemu calon nasabahnya, hendaknya berdoa “Yaa muqallibal quluub, tsabbit qolbihi ‘ala dinika”…”Ya, Allah, Engkaulah Yang Maha Membolak-balik Hati, Balikkanlah Hati Saudaraku ini untuk menaati ajaran Islam..”.
Demikian halnya ketika akan melakukan aktualisasi ekonomi syariah bidang ekonomi mikro maupun makro atau saat akan memasang iklan promosi, dan sejenisnya, berdoa dengan ruh tauhiid itu menjadi suatu keharusan agar GRES! disukseskan-Nya. Pegiat GRES!—regulator dan stakeholder-- yang ruhiyah tauhiidnya kuat, insya’ Allah akan dimudahkan-Nya memberi pemahaman kepada masyarakat perihal luasnya cakupan ekonomi syariah dan sangat menguntungkan seperti adanya produk bank syariah, asuransi syariah, lembaga pembiayaan, pasar modal, bahkan sektor riil yakni hotel dan pariwisata syariah.
Warna tauhiid pada GRES! ini penting, mengingat goal yang akan diraih adalah terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis syariah-Nya. Prospek GRES! berbasis tauhiid kian cerah, lantaran selama ini saja sudah terjadi pekembangan yang luar biasa pada industri keuangan syariah dibandingkan negara lain. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengemukakan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia mencapai 38 hingga 40 persen per tahun atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perbankan konvensional. Pangsa pasar perbankan syariah sudah mencapai lima persen dari perbankan nasional. Pertumbuhan bank syariah itu mengagumkan.
Seandainya GRES! benar-benar berbasis tauhiid tatkala merealisasikan program edukasi, sosialisasi, dan penyadaran pemanfaatan ekonomi syariah, tentu akan terjadi “ledakan” yang luar biasa. Kenapa? Karena, kesuksesan apa pun di dunia ini tidak terlepas dari kehendak-Nya. Untuk itulah, GRES! berbasis tauhiid akan menggedor syaraf kesadaran masyarakat ihwal pentingnya “membersihkan” harta dari berbagai yang diharamkan-Nya. Praktek ribawi, mark-up projek, dan perilaku korupsi sejenis lainnya, jelas harus dijauhkan sebagaimana kita menjauhkan diri dari makanan-minuman haram yang masuk ke dalam tubuh.
Hindari perkeliruan global
Di sisi lain, potret GRES! berbasis tauhiid dapat digambarkan berupa kesepakatannya untuk hidup konsisten (istiqomah) dalam celupan Allah (sibghatullah), dan bukannya celupan setan (sibghaththagut). Perilaku GRES! berbasis tauhiid akan menghindari perkeliruan global—stimulus setan-- yang boleh jadi melecehkan eksistensi dan kiprah-Nya. Adanya pengaruh setanlah yang menimbulkan kontraversi nurani, sehingga berperilaku yang tidak sesuai syariah-Nya. Karenanya, identifikasi yang diharapkan mengemuka adalah kian tingginya tingkat kesadaran para pegiat GRES! berbasis tauhiid atas kehadiran-Nya di setiap desah nafas.
Misalnya, doanya dilakukan secara serius dan sesuai etika-Nya alias tidak mempermainkan-Nya. Pasalnya, selama ini banyak hamba-Nya yang berdoa asal-asalan, seperti tidak menyadari pakaian, makan dan minumnya berasal dari harta yang haram. Sebab, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullaah SAW bersabda tentang Allah yang tidak memperkenankan doa hamba-Nya karena pakaian dan makanannya berasal dari barang haram.
Banyak orang memohon rezeki yang halal dan baik (thayyib). Tapi setelah berdoa, sengaja mencari rezeki yang kurang halal, haram, dan atau tidak baik lantaran tetap berdekat-dekatan dengan unsur riba, mark-up projek, membuat kuitansi fiktif, dan perilaku korupsi lainnya. Begitu halnya ketika sholat membaca doa Iftitah yang mengikrarkan sistem hidup dan matinya adalah Islam, namun setelah sholat sengaja terlibat dalam sistem kehidupan yang tidak berdasarkan syariah-Nya.
Dari perspektif inilah sebenarnya GRES! berbasis tauhiid menjadi “penyelamat kehidupan dunia”! Betapa tidak, seandainya perekonomian dunia didasari syariah-Nya, tentu dunia tidak akan mengalami krisis global. Kenapa? Karena, Allah SWT akan meridhai dan melimpahkan berbagai kenikmatan-Nya. Dalam lingkup negeri ini, jelas penduduk Indonesia pun akan mengalami kehidupan yang sejahtera, bahagia, damai, dan meraih banyak rahmat-Nya.
Sinyal kesuksesan GRES! tatkala berbasis tauhiid, boleh jadi, tercermin dari pernyataan SBY pada bagian lain sambutannya. SBY berpendapat, Indonesia bisa menjadi titik sentral keuangan syariah global. Daya dukung ke arah itu sudah tersedia yakni negara Indonesia yang jumlah penduduk Muslimnya terbesar di dunia dan meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia. “Kita ingin menjadikan negeri ini sebagai pusat keuangan syariah dunia sekaligus terintegrasi dengan sistem internasional berbasis syariah. Inilah esensi dari perwujudan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin,” kata SBY sambil menambahkan aset industri perbankan syariah di masa pemerintahannya meningkat hampir 151 persen atau 14 kali per tahunnya.
Bagaimana di Jabar? Berdasarkan data BI pada September 2013, aset perbankan syariah di Jabar mencapai Rp 27,49 triliun. Nilai itu naik 2,35 persen dibanding bulan sebelumnya. Pangsa itu setara dengan 6,82 persen dari total aset perbankan di Jabar. Nilai aset perbankan syariah di Jabar itu lebih besar dibanding pangsa perbankan syariah nasional yakni 4,47 persen. Bahkan, persentase itu melampui target nasional hingga akhir 2013, yakni 5 persen. Aset perbankan syariah nasional tercatat senilai Rp 269,43 triliun dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 6.021,68 triliun
Lalu, apa keuntungan ekonomi syariah? Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa nasabah bank syariah, terungkapkan : Pertama, uang sebagai alat transaksi sesungguhnya tidak stabil. Standar uang yang bernilai gambling dihapuskan, kemudian digantikan dengan logam mulia yang standarnya cukup stabil dan digunakan sebagai alat tukar yaitu Emas dan Perak atau Dinar dan Dirham. Kedua, sistem ekonomi syariah itu terbebas dari standar Ribawi yang cenderung capital oriented, tapi lebih berprinsip berkeadilan. Ketiga, nilai manfaatnya bagi siapa saja baik kaya maupun miskin. Keempat, ada pula keuntungan yang diperoleh dari bagi hasil yang sama, antara lain dapat berupa uang dalam jangka waktu tertentu.
Adanya nilai lebih dalam ekonomi syariah ini, diungkapkan pula oleh Antonio Syafie, seorang pelopor dan pengamat ekonomi syariah dalam dialog “Booming Ekonomi Syariah” di Metro TV. Dia mengatakan sebenarnya sekarang adalah saat-saat terbesar meningkatnya minat masyarakat kepada bank-bank syariah.
Mari, kita bergandengan tangan memuluskan GRES! melakukan sosialisasi dengan pendekatan komprehensif dan integratif berbasis tauhiid yang benar-benar dahsyat. Ya, GRES! tauhiid itu berwajah “sedekah” alias “selalu dekat Allah”, sehingga GRES! pun disukseskan-NYA. Sungguh, sistem ekonomi syariah benar-benar lebih menguntungkan! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H