Aku berjalan, dan di langit kulihat awan embun pelangi oksigen karbondiksida nitrogen matahari rembulan bintang saling menjalin Sembilan puluh Sembilan nama-nama Allah paling mulia dan mengalirkannya ke seluruh penjuru bumi menggunakan angin.
Aku berjalan, dan di darat kudengar pepohonan ilalang semak belukar rerumputan kerikil bebatuan debu saling berzikir mensyukuri segala nikmat dari Allah yang diturunkan dari langit melalui hujan dan terik siang hari penuh kenikmatan.
Aku berjalan, dan di perkotaan kudengar orang-orang dengan serempak mencari amalan dengan memenuhi masjid-masjid hingga jalanan perkotaan dengan melantunkan ayat-ayat suci penggugah hati, singkirkan tabiat kota yang dari nafsu dia dijalin.
Aku berjalan, dan sayup terdengar olehku doa-doa meminta ampunan dari Maha Pengampun atas segala kesalahan yang telah dilakukan pada sebelas bulan sebelumnya, jiwa-jiwa rapuh lagi kelabu yang berusaha mencuci ruang-ruang di hari dan pikiran.
Aku berjalan, dan menghitung jumlah dosa-dosaku yang menumpuk di pelupuk mata telinga hidung mulut telinga hati pikiran, jelas kalah jumlahnya dengan jumlah debu yang menempel di sandal dan sepatu yang menemani langkahku tiap hari menjemput kebaikan.
Aku berjalan, dan menghitung jumlah umpatanku yang menumpuk di lantai kamar tidur dan melayang di sekitar kepalaku, jelas kalah jumlahnya dengan jumlah biji tasbih yang kugantung di langit-langit berandaku tempat dimana aku biasa menyesali segala perkataan.
Aku berjalan, dan di pinggir jalanan kota Ramadhan menawarkan dirinya untuk memberikan pelatihan pencucian hati dan pikiran dari hal-hal buruk yang telah kulakukan sebelas bulan lampau, tanpa pamrih apalagi meminta segala bentuk imbalan dan bayaran.
Aku berjalan, dan bersama Ramadhan yang memberikan diriku pelepas dahaga paling ampuh, pelepas lapar paling mengenyangkan, pelepas penat paling nyenyak, pelepas gundah paling senang, tanpa menggunakan kesenangan duniawi yang tiap hari melintasi cakrawala.
Aku berjalan, dan dengan bantuan Ramadhan kuperbaiki dinding-dinding di hatiku yang mulai miring dan doyong dengan mencari-cari perekat bernama ibadah dan kekuatan jemari-jemari yang berzikir memohon ampunan dari haribaan Allah Yang Maha Mengampuni hambanya.
“Ampuni hamba, ampuni hamba, ampuni hamba
beri hamba kekuatan menjalani dengki dan nestapa dunia.”