Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Stasiun Semut yang Bersejarah

3 Agustus 2023   08:03 Diperbarui: 3 Agustus 2023   08:09 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surabaya adalah sebuah kota metropolitan dan juga kota modern, serta menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Surabaya juga menjadi kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta yang merupakan ibu kota negara Republik indonesia. Akan tetapi, tahukah kamu jika Surabaya juga merupakan kota bersejarah yang menjadi saksi dari perjalanan bangsa Indonesia mulai dari zaman kolonialisme Hindia Belanda sampai di zaman awal kemerdekaan hingga berdirinya negara Republik Indonesia. Jadi tidak mengherankan saat kita berkunjung ke Surabaya masih banyak ditemukan bangunan-bangunan bersejarah dengan arsitektur eropa bekas peninggalan Belanda.

Di antara begitu banyaknya bangunan bersejarah yang bertebaran di Surabaya. Ada salah satu bangunan yang pernah mengalami masa kejayaannya pada masa lalu dan menjadi salah satu jantung transportasi utama pemerintahan kolonialisme Hindia Belanda dalam mengeruk serta mengangkut sumber daya alam yang begitu melimpah dari wilayah sekitar Surabaya, dan juga sebagai jalur transportasi yang menghubungkan kota Batavia di bagian barat Pulau Jawa dengan Surabaya yang berada di bagian timur. Bangunan bersejarah yang masih berdiri kokoh hingga saat ini adalah Stasiun Semut atau orang biasa menyebutnya "Stasiun Surabaya Kota".

Stasiun Semut adalah stasiun pertama yang dibangun oleh pemerintah kolonialisme Hindia Belanda melalui perusahaan Kereta Api Staatssporwagen (SS) pada tahun 1875. Setelah menanti selama tiga tahun, akhirnya pada tanggal 16 Mei 1878 Stasiun Semut diresmikan secara langsung oleh Gubernur Jendral J.W. Van Lasberge melalui upacara yang meriah serta dihadiri oleh Inspektur Jenderal SS, H. G. Derx, Residen Surabaya dan para pejabat lainnya. Peresmian Stasiun Semut juga menjadi tanda dibukanya jalur kereta api Surabaya-Pasuruan dan juga jalur Surabaya-Malang sepanjang 115 kilometer. Dengan adanya jalur kereta api ini memudahkan pemerintah Hindia Belanda mengangkut hasil-hasil bumi serta perkebunan dari daerah pedalaman Jawa Timur.

Desain bangunan Stasiun Semut yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda memiliki ciri arsitektur yang mengacu pada arsitektur Neo Klasik ala Yunani Kuno. Bagian depan Stasiun Semut berdinding tinggi dengan warna putih mengkilat layaknya sebuah benteng yang kokoh dan juga berfungsi sebagai pemantul panas sehingga siapa pun yang tengah berada di dalamnya tidak akan merasa kepanasan, sedangkan di bagian tengah terdapat lima pintu untuk akses keluar dan masuk yang di bagian atasnya membentuk setengah lingkaran dengan dinaungi atap yang menjorok ke luar. Jika dilihat dari depan, Stasiun Semut seakan menunjukkan kesan megah dan anggun pada masa jayanya dulu. Sedangkan di lobi utama yang berada di bagian dalam, terdapat aula yang luas tempat para calon penumpang kereta api bisa duduk bersantai terlebih dahulu sebelum masuk ke peron keberangkatan. Di bagian lobi juga terdapat tempat penjualan tiket dan sebuah lampu gantung yang berada persis di tengah-tengah lobi utama yang membawa kesan kemewahan, keanggunan serta keindahan gaya arsitektur Neo Klasik pada masa itu.

Pada tahun 1930-an, Stasiun Semut atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Stasiun Surabaya Kota menjadi stasiun paling ujung untuk kereta api ekspres yang terbaik pada masa itu. Rutenya dari Eendaagshche yang menghubungkan Jakarta dengan Surabya dalam waktu tercepat, yaitu 11 jam 30 menit. Stasiun Semut juga menjadi tempat pemberhentian terakhir seluruh perjalanan kereta api yang melintasi Pulau Jawa. Bisa dikatakan, peran Stasiun Semut begitu berarti bagi pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Dengan adanya Stasiun Semut dan jalur kereta api ini memudahkan pemerintah Hindia Belanda dalam mengontrol jalur logistik, memudahkan perdangangan dan ekonomi, serta memudahkan orang untuk bepergian dengan menggunakan moda transportasi kereta api.

Itulah sekelumit sejarah singkat mengenai Stasiun Semut yang kini telah menjadi cagar budaya dan warisan yang memiliki nilai sejarah yang begitu tinggi. Semoga ke depannya, Stasiun Semut dapat kembali melayani perjalanan kereta api baik kereta api lokal, kereta api jarak jauh, maupun  kereta api komuter, agar masyarakat zaman sekarang bisa datang dan berada di salah satu stasiun bersejarah yang ada di kota Pahlawan, serta merasakan kemegahan Stasiun Semut yang menjadi pusat transportasi pada masa lalu hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun