Kemunculan wabah Covid-19 memberikan dampak yang nyata terhadap berbagai sektor kehidupan manusia tak terkecuali pada sektor pangan dan perekonomian. Pembatasan dalam beraktifitas pada saat kondisi pandemi berakibat pada terganggunya kegiatan ekspor dan impor serta kegiatan penjualan barang dan jasa.Â
Berdasarkan data (BPS, 2020) nilai impor indonesia pada tahun 2020 cenderung turun dibandig tahun 2019 yang tadinya senilai 14 juta $ menjadi 11 juta $ dengan didalamnya termasuk nilai impor bahan pangan.Nilai impor yang semakin menurun tidak selalu memberikan dampak yang baik bagi Indonesia, melihat kondisi saat ini jumlah penduduk Indonesia yang terus mengalami kenaikan berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan pangan.Â
Berdasarkan data (BPS, 2020) Jumlah Penduduk Indonesia pada tahun 2020 mencapai 270,20 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25% per tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang berjalan lurus dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan bertolak belakang terhadap kegiatan ekspor dan impor yang terhambat, sehingga akan menyebabkan berkurangnya pasokan bahan pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia.Â
Dilain sisi dengan diterapkannya social distancing dan Pembatasan Sosisal Bersekala Besar (PSBB) menyebabkan kegiatan penjualan barang dan jasa terganggu yang berdampak pada berkurangnya pendapatan masyarakat. Kondisi ini merupakan tantangan bagi Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduknya secara mandiri serta memulihkan perekonomian dengan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Upaya untuk memenuhi kebtuhan pangan penduduk Indonesia secara mandiri dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi pangan melalui pengoptimalan sektor pertanian. Pada prakteknya untuk dapat meningkatkan produk hasil pertanian sebagai bahan pangan diperlukannya lahan yang luas, akan tetapi kondisi lahan pertanian produktif Indonesia saat ini sudah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan kegiatan industri.Â
Ditambah lagi berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP, 2021) tentang kemudahan berusaha bagi pelaksana proyek setrategis nasional yang mengakibatkan ketersediaan lahan produktif untuk sektor pertanian semakin berkurang.
 Salah satu cara untuk dapat menyelesaikan permasalahan diatas menggunakan ISI PETE LANTAI (Implementasi Sistem Pertanian Terpadu di Lahan Pasir Pantai) Berbasis IOT (Internet Of Things) dengan menjadikan lahan marginal (Lahan pasir pantai) sebagai lahan untuk sistem pertanian terpadu.Â
Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luasan lahan berkisar 1.060.000 ha, secara umum yang termasuk kedalam lahan marginal. Berjuta-juta hektar lahan marginal tersebut tersebar terletak dibeberapa pulau dan sangat berpotensi untuk pengembangan pertania, Â namun belum terealisasi karena saat ini sebagian besar lahan pasir pantai belum dikelola dengan baik (BBPP, 2011).
Lahan marginal pasir pantai merupakan lahan yang memiliki faktor pembatas untuk dijadikan sebagai lahan pertanian yaitu struktur tanah yang lepas, kandungan bahan organik yang sangat rendah, kemampuan menyimpan hara dan juga kemampuan memegang/menyimpan air rendah, serta memuliki salinitas atau kandungan garam yang relatif tinggi (Lestari et al., 2004).Â
Akan tetapi faktor pembatas tersebut dapat diatasi jika sistem pertanian yang diterapkan adalah sistem pertanian terpadu. Sistem pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang mengkombinasikan komponen pertanian yaitu tanaman, peternakan, dan perikanan yang membentuk kesatuan yang utuh untuk menghasilkan produk yang optimal (Nurcholis & Supangkat, 2011).Â
Faktor pembatas yang dimiliki lahan pasir pantai dapat diatasi dengan pemanfaatan limbah hasil kotoran ternak sebagai suplay bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, kima, dan biologi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga hasil ahir yang akan didapatkan adalah peningkatan produksi tanaman dan ternak sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan makanan penduduk Indonesia di era New Normal.