Jika kita melihat fenomena sosial yang terjadi hari ini, khususnya di negeri ini, mungkin kita akan melihat sebuah fenomena sosial yang menarik untuk diamati lebih dalam. Fenomena itu adalah tenang 'konflik' sosial antara setiap generasi yang hidup di zaman sekarang.
Banyak kasus terjadi di lapangan yang menunjukkan bagaimana hal ini sudah sering terjadi. Entah di dunia Maya ataupun di kehidupan nyata. Banyak kepentingan atas suatu kejadian tertentu yang menjadikan konflik ini terkadang bisa menjadi semakin besar untuk beberapa waktu tertentu.
Sejauh yang saya amati hingga kini, konflik ini bisa terjadi, penyebab utamanya adalah ciri khas secara psikologis dan keengganan masing-masing pihak untuk mengesampingkan egonya dalam beberapa kasus.
Generasi tua cenderung lebih menekankan tentang egoisme yang didasarkan pada pengalaman dan perjuangan hidup di kehidupan nyata yang didasarkan pada track record mereka yang telah merasakan manis dan pahitnya hidup mereka selama ini.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh generasi ini cenderung 'mengekang' dan mengarahkan pada generasi muda yang ada di bawahnya agar lebih berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan. Sekali lagi, ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup mereka selama ini.
Tak bisa dipungkiri, situasi atau keadaan hidup mereka yang bisa dibilang lebih sulit dari keadaan dimana generasi yang lebih muda hidup adalah faktor yang memengaruhi prinsip dan pemikiran mereka dalam memandang serta menjalani hidup.
Sementara, generasi yang lebih muda lebih mempunyai semangat untuk bereksplorasi dan bergerak menuju suatu inovasi, pengalaman baru dan pikiran-pikiran di luar diri mereka yang menurut mereka menarik untuk didalami. Mereka masih punya banyak waktu dan tenaga untuk mencoba banyak hal, merasakan berbagai kegagalan, mencari pengalaman baru dan stamina serta energi atau semangat yang lebih tinggi daripada generasi yang lebih tua.
Namun, bukankah generasi-generasi ini dalam kehidupan nyata harusnya bisa saling melengkapi? Namun, bagaimana caranya?
Pertama, hilangkan ego. Dalam banyak kasus, ego adalah faktor terbesar yang menjadikan konflik sosial ini terjadi dan tak kunjung selesai dalam waktu lama. Generasi tua lebih menekankan pengalaman dan prinsip-prinsip mendasar dalam diri digunakan dalam memandang dan memahami kehidupan. Sementara generasi yang lebih suka memandang bahwa kesempatan ada dalam hidup mereka saat ini adalah modal utama yang dapat digunakan untuk terus belajar memahami kehidupan. Bahasa mudahnya, "tidak apa-apa gagal, yang penting coba dulu".
Karena itu solusi yang cukup ampuh dalam hal seperti ini adalah bagaimana masing-masing generasi mengesampingkan egonya untuk beberapa waktu dan mencoba mendinginkan kepala mereka agar mau saling berdiskusi dan mengambil kesimpulan, pelajaran serta pandangan baru yang mungkin saja tak mereka dapatkan dalam masing-masing dari generasi.
Lalu apa contoh yang konkret dalam hal ini?
Yakni adalah peristiwa Rengasdengklok 1945. Dimana Ir. Soekarno diculik oleh para pemuda agar tak terkena pengaruh dari Jepang serta mendesak agar golongan tua segera mendeklarasikan kemerdekaan.
Nah, insight yang dapat kita dapatkan dari salah satu peristiwa bersejarah ini adalah bagaimana reaksi, sikap dan pandangan mereka mengenai situasi geopolitik saat itu dan hubungannya dengan kemerdekaan Indonesia.
Pertama, semangat Nasionalisme para pemuda (golongan muda) dan sikap mereka berusaha untuk tetap memberikan respect yang layak untuk Soekarno dan Hatta. Para pemuda tahu baha betapapun mereka segera menginginkan Indonesia segera merdeka, mereka tidak bertindak gegabah dan realistis dalam melihat keadaan saat itu. Mereka tahu bahwa golongan tua lah yang berhak untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia yang diwakili oleh Soekarno & Hatta. Yah, walaupun dalam cerita mereka menculik Soekarno & Hatta saya rasa (mungkin anda juga merasakannya) agak berlebihan.
Yang kedua, sikap dari golongan tua terutama dari Soekarno & Hatta sendiri. Mereka tetap berusaha untuk bersikap tenang, walaupun bisa dibilang sedang dalam ketegangan dengan golongan muda yang menculik mereka. Soekarno mengajak berdiskusi golongan muda dan mencoba 'bernegosiasi' juga agar keinginan, semangat dan niat baik dari kedua belah pihak (golongan tua & golongan muda) sama bisa terpenuhi dan bisa mencapai titik temu yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan bagi negeri ini.
So, apa yang kamu dapatkan dan pikirkan dari peristiwa dan bahasan yang saya tulis kali ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H